Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Masih Terjun Bebas, Ini Faktor Penekannya

Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juni 2020 ditutup terjerembap US$4,16 ke level US$12,78 per barel di New York Mercantile Exchange
Api menguar dari pipa di kilang minyak di Kalimantan, Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian
Api menguar dari pipa di kilang minyak di Kalimantan, Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah terjun bebas setelah ETF (exchange-traded fund) minyak terbesar di dunia mengatakan akan menjual posisi minyak mentah berjangka WTI kontrak Juni karena level penyimpanan minyak fisik membengkak.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juni 2020 ditutup terjerembap US$4,16 ke level US$12,78 per barel di New York Mercantile Exchange, sekaligus menghentikan pemulihan yang mampu dialami selama empat hari sebelumnya.

Sejalan dengan WTI, harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 anjlok US$1,45 ke level US19,99 per barel.

Minyak mentah berjangka di New York tersungkur sebanyak 30 persen setelah United States Oil Fund LP (USO) mengatakan akan memindahkan seluruh uang yang diinvestasikannya dalam kontrak minyak WTI Juni mulai hari ini. Hal tersebut memicu pergerakan besar dalam hubungan harga antara kontrak Juni dan Juli.

Pada saat yang sama, pasar minyak global berada di jalur untuk menguji batas kapasitas penyimpanan hanya dalam tiga pekan, sehingga membutuhkan penutupan hampir 20 persen dari produksi global, menurut Goldman Sachs Group Inc.

“Sebagian tekanan penurunan terutama dalam kontrak Juni adalah kurangnya likuiditas yang meningkat,” ujar John Kilduff dari Again Capital LLC.

“Ini tidak hanya datang dari USO, tetapi juga karena broker, seperti Marex Spectron dan TD Ameritrade, membatasi kemampuan para klien untuk menambah posisi baru pada kontrak minyak mentah tertentu,” terangnya, seperti dilansir melalui Bloomberg.

Menurut Kilduff, hal tersebut akan memperburuk sentimen pasar ditambah dengan kondisi suplai minyak fisik berlebih dan kurangnya penyimpanan.

Meski aktivitas pengeboran minyak di Amerika Serikat menurun dan Arab Saudi mulai mengurangi produksi menjelang jadwal pemangkasan pasokan yang disepakati OPEC+ pada Mei, isu surplus minyak yang sangat besar telah membebani pasar.

Aliansi OPEC+ menyatakan frustrasi dengan kurangnya pengurangan suplai minyak oleh negara-negara lain. Menteri Perminyakan Guinea Khatulistiwa Gabriel Obiang Lima mengatakan bahwa produsen-produsen seperti AS, Meksiko, dan Norwegia perlu turut serta dalam langkah pengurangan pasokan.

Demi menghindari kapasitas penyimpanan di Cushing terisi penuh lebih dari 90 persen pada Mei dan Juni, total penutupan produksi harus sebanding dengan 1 juta barel per hari pada bulan Mei, menurut catatan JPMorgan Chase & Co.

Dengan sejumlah produsen memulai pemangkasan output, beberapa diskon besar yang terlihat di pasar fisik telah berkurang, khususnya di Eropa. Pasar swap di Laut Utara dan Rusia diperdagangkan lebih kuat pekan lalu.

Menurut Goldman Sachs Group Inc., para pedagang, penyuling dan penyedia infrastruktur mencari cara baru untuk menimbun minyak mentah, termasuk pada tongkang kecil di sekitar pusat perdagangan minyak Eropa, dan dalam jaringan pipa-pipa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper