Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Belum Pulih, Harga Minyak Diprediksi Masih akan Tertekan

Harga minyak diperkirakan masih akan tertekan karena pelaku pasar khawatir rencana pemangkasan produksi tidak akan mampu mengimbangi kelebihan pasokan di pasar. Terlebih, permintaan minyak turun seiring kebijakan berbagai negara menerapkan lockdown akibat pandemi Covid-19.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Pelemahan harga minyak diperkirakan masih akan terus berlangsung selama permintaan global belum kembali Perkembangan ‘lockdown’ akibat wabah Covid-19 menjadi kunci atas pergerakan harga minyak.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (27/4/2020) per pukul 6.55, harga minyak jenis WTI kontrak Juni 2020 di bursa Nymex bergerak turun 2,74 poin atau 16,17 persen ke harga US$14,20 per barel. Sementara jenis Brent di bursa ICE juga sama-sama tertekan dengan penurunan 0,70 poin atau 3,26 persen ke harga US$20,74 per barel.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan penurunan harga minyak merupakan hal yang wajar karena permintaan untuk minyak masih belum normal sedangkan suplai masih terus bertambah.Menurutnya, harga minyak memang sempat menguat beberapa waktu lalu karena rencana pengurangan produksi oleh salah satu anggota OPEC yakni Kuwait. Tapi  hal tersebut diyakini tidak cukup mengimbangi kelebihan pasokan yang melimpah.

“Kebutuhan minyak global itu biasanya 100 juta barel per hari, tapi dengan berhentinya produksi dan kegiatan akibat lockdown ini menyusut hingga sepertiganya. Jadi meski ada yang mengurangi produksi tetap tidak signifikan [dampak terhadap harga minyak],” ujar Ibrahim kepada Bisnis, Senin (27/4/2020)

Ibrahim mengatakan kondisi ini akan sangat bergantung pada kembalinya aktivitas produksi seperti kondisi sebelum wabah. Namun, kondisi tersebut tak akan terjadi dalam waktu dekat karena perkembangan wabah masih eksponensial di sejumlah negara.

Hal ini, kata Ibrahim, membuat harga minyak masih sulit rebound. Dia memperkirakan pada kuartal ketiga dan keempat mendatang harga minyak paling tinggi hanya akan menyentuh level US$22 per barel. 

“[Untuk mencapai] level US$30-4- per barel saya rasa masih belum [di tahun ini],” tukasnya.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai kekhawatiran mengenai oversupply minyak masih belum mereda sepenuhnya di pasar sehingga harga minyak masih terus tertekan. 

“Karena ekonomi juga belum bergerak normal di tengah tekanan wabah Covid-19,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (27/4/2020).

Dalam jangka pendek, Ariston menyebut potensi pelemahan masih terbuka hingga level US$11 per barel untuk minyak jenis WTI kontrak Juni, dengan potensi resisten di kisaran US$18 per barel.

Menurutnya, harga minyak dapat mulai terangkat pada pertengahan Mei lagi dengan pengurangan produksi yang sudah mulai dijalankan dan sebagian lockdown di beberapa negara mulai akan dibuka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper