Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Larangan Terbang dan Melandainya Saham Garuda Indonesia (GIAA)

Hingga penutupan perdagangan, saham GIAA melesu 6,7 persen atau 12 poin menuju level Rp167. Sepanjang perdagangan harga bergerak di rentang Rp167 - Rp177. Artinya, saat penutupan sahamnya tengah berada di level terendah.
Pilot dan kru pesawat memberi penghormatan terakhir kepada pesawat Garuda Boeing 747-400 di Hanggar 4 GMF Aero Asia, Tangerang, Banten, Senin (9/10)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Pilot dan kru pesawat memberi penghormatan terakhir kepada pesawat Garuda Boeing 747-400 di Hanggar 4 GMF Aero Asia, Tangerang, Banten, Senin (9/10)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. melesu pada perdagangan, Jumat (24/4/2020), menyusul keputusan Kementerian Perhubungan untuk mulai memberlakukan larangan penerbangan hingga 1 Juni 2020.

Berdasarkan pantauan Bisnis, laju Garuda Indonesia langsung terkoreksi 2 poin ke level Rp177 pada sesi pembukaan, Jumat (24/4/2020). Maskapai pelat merah berkode saham GIAA itu lanjut menyusur ke zona merah dengan koreksi 10 poin atau 5,59 persen ke level Rp169 hingga pikul 09:15 WIB.

Hingga penutupan perdagangan, saham GIAA melesu 6,7 persen atau 12 poin menuju level Rp167. Sepanjang perdagangan harga bergerak di rentang Rp167 - Rp177. Artinya, saat penutupan sahamnya tengah berada di level terendah.

Saham GIAA berada dalam tren negatif sepanjang periode berjalan 2020. Secara year to date (ytd), pergerakan harga saham perseroan sudah ambles sekitar 66,47 persen.

Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan secara resmi telah memberlakukan larangan penerbangan di dalam dan luar negeri mulai tanggal 24 April 2020 hingga tanggal 1 Juni 2020.

Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) awal pekan ini, Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan bahwa pendapatan operasional perseroan pada kuartal I/2020 turun sekitar 33 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kondisi itu terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan penumpang yang kontribusinya terhadap total pendapatan usaha yang mencapai lebih dari 80 persen.

Penurunan pendapatan penumpang sejalan dengan penurunan jumlah penumpang dan harga tiket per penumpang dibandingkan dengan kuartal I/2019. Hal itu disebut emiten berkode saham GIAA itu sangat terpengaruh oleh kondisi industri penerbangan yang menurun akibat Covid-19.

Lebih lanjut, GIAA menjelaskan bahwa kondisi industri penerbangan erat kaitannya dengan pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah terutama ibu kota.

Menurunnya kondisi perekonomian juga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan memilih mengurangi pengeluaran biaya untuk perjalanan.

Kondisi pasar penumpang itu membuat maskapai pelat merah tersebut memangkas kapasitas produksi yang dimiliki. Pemangkasan kapasitas tercermin dari frekuensi penerbangan dan available seat kilometer (ASK) yang menurun.

Untuk menjaga kelangsungan usaha 6 bulan ke depan, manajemen GIAA menyebut telah melakukan beberapa inisiasi strategi dari aspek keuangan maupun aspek operasional. Dari sisi keuangan, perseroan melakukan sejumlah langkah.

Pertama, melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat. Kedua, memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan.

Ketiga, mengusahan financing dari perbankan dalam dan luar ataupun pinjaman lainnya. Keempat, menegosiasikan kewajiban perseroan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga.

Keenam, melakukan program efisiensi biaya kurang lebih 15 persen—20 persen dari total biaya operasional dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan, pegawai, serta layanan. Ketujuh, GIAA juga mengajukan permohonan dukungan kepada pemerintah selaku pemegang saham perseroan.

GIAA menekankan cash flow atau arus kas merupakan hal penting untuk menjaga going concern perseroan. Dua kategori biaya yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran kas yaitu biaya tetap dan biaya variabel penerbangan.

Dari sisi operasional, GIAA menjelaskan pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80 persen terhadap total pendapatan perseroan. Dengan adanya penurunan trafik, diperlukan strategi untuk menurunkan biaya variabel penerbangan.

Langkah yang ditempuh perseroan yakni dengan mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional.

Selanjutnya, mengoptimalkan layanan kargo dan aktif mendukung upaya-upaya pemerintah khususnya yang terkait dengan penanganan COVID-19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD, obat-obatan, dan alat kesehatan.

GIAA juga menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit. Selain itu, perseroan mengoptimalkan layanan charter pesawat untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA ke negara masing-masing dan layanan charter untuk pengangkutan kargo.

Maskapai pelat merah itu juga menunda kedatangan empat pesawat Airbus A330–900 pada 2020. Pengembangan internasional hub, Amsterdam dan Jepang, juga dilakukan agar layanan perseroan menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan interline.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper