Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Menguat, tetapi Permintaan Masih Rendah

Harga minyak berjangka Brent menguat 0,5 persen menjadi US$21,44 per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 2,7 persen, mendekati US$16,94 per barel.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak tercatat naik pada perdagangan Jumat (24/4/2020) di New York, mengakhiri pekan dengan pergeseran harga drastis ketika kontrak AS terjun ke minus US$40 per barel.

Hal ini terjadi karena pengurangan produksi global tidak dapat mengimbangi jatuhnya permintaan, sejak awal Maret, sebesar 30% yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Seperti dilansir melalui Bloomberg, harga minyak berjangka Brent menguat 0,5 persen menjadi US$21,44 per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 2,7 persen, mendekati US$16,94 per barel.

Di samping itu, minyak berjangka menandai kerugian untuk 3 pekan berturut-turut, dengan Brent turun sebesar 24 persen dan WTI turun sekitar 7%.

Stephen Brennock, analis di PVM Oil Associates, mengatakan bahwa hanya ada dua hal yang dapat menyelamatkan pasar dari penderitaan saat ini, yaitu pemulihan permintaan atau pengurangan pasokan tambahan.

"[Pergerakan yang] rusuh, tak menentu dan belum pernah terjadi sebelumnya akan menandai pekan bersejarah untuk pasar minyak," ujarnya, Sabtu (25/4/2020).

Dengan tidak ada indikasi yang jelas kapan permintaan akan pulih, pasar akan mengalami kemerosotan berkepanjangan yang akan membentuk kembali industri untuk tahun-tahun mendatang.

Keruntuhan harga minyak, menurut Bank Dunia, akan diikuti oleh pemulihan harga terlemah dalam sejarah.

Para pedagang memperkirakan permintaan akan terus berkurang hingga beberapa bulan ke depan karena gangguan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.

Produsen mungkin tidak akan memangkas keluaran secara langsung atau cukup dalam untuk mendorong harga, terutama ketika keluaran ekonomi global diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 2 persen tahun ini, lebih buruk daripada krisis keuangan sebelumnya.

"Pemotongan produksi membantu sentimen. Butuh perjalanan panjang untuk menyeimbangkan pasar. Pedagang masih sangat khawatir tentang situasi penyimpanan pasokan," kata Andrew Lebow, mitra senior di Commodity Research Group.

Sebagai contoh, data dari Baker Hughes Co. pada Jumat (24/4/2020), menunjukkan eksplorasi minyak di seluruh AS mengalami penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir dan dengan perusahan pengeboran menutup 60 anjungan migas (rig).

Ini merupakan penurunan aktivitas produksi selama 6 pekan berturut-turut dan menghentikan hampir setengah dari eksplorasi minyak Amerika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper