Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Tunda Pertemuan, Minyak Mentah Merosot di Awal Pekan

Minyak mentah berbalik melemah pada perdagangan awal pekan ini menyusul penundaan pertemuan produsen utama dunia untuk membahas pembatasan produksi.
Kilang Minyak/Bloomberg
Kilang Minyak/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Minyak mentah berbalik melemah pada perdagangan awal pekan ini menyusul penundaan pertemuan produsen utama dunia untuk membahas pembatasan produksi.

Keraguan atas prospek kesepakatan juga meningkat setelah Amerika Serikat memutuskan tidak akan menyepakati apa pun.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate untuk kontrak Mei 2020 terpantau melemah 5,75 persen ke level US$26,71 per barel pada pukul 09.19 WIB, sedangkan minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 melemah 3,52 persen ke level US$32,91 per barel.

Pertemuan virtual aliansi OPEC+ yang semula dijadwalkan pada hari ini, Senin (6/4/2020), ditunda hingga Kamis karena Arab Saudi dan Rusia masih berdebat mengenai siapa yang harus disalahkan atas jatuhnya harga minyak.

Sebenarnya ada sejumlah perkembangan menuju kesepakatan pada hari Minggu, namun kurangnya partisipasi dari AS menjadi batu sandungan. Meskipun awalnya menyerukan kesepakatan, Presiden Donald Trump pada hari Sabtu menggambarkan OPEC sebagai kartel dan mengancam tarif impor minyak.

Trump kemudian mengatakan bahwa pengenaan tarif tersebut belum mendesak.

Perundingan kali ini bertujuan untuk memangkas produksi sekitar 10 juta barel per hari atau setara dengan 10 persen dari produksi global. Namun upaya tersebut diragukan karena wabah virus corona (COVID-19) telah melumpuhkan ekonomi global.

International Energy Agency mengatakan bahwa pengurangan produksi terdalam dalam sejarah industri minyak tidak akan mampu menstabilkan pasar minyak karena permintaan telah tertekan akibat wabah COVID-19.

Analis komoditas senior di Australia & New Zealand Banking Group Ltd, Daniel Hynes mengatakan kemungkinan kesepakatan dapat tercapai masih sangat rendah.

“Tentu perjanjian yang diperlukan untuk menstabilkan pasar adalah perjanjian jangka panjang, mengingat besarnya tekanan terhadap permintaan," ungkap Hynes, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper