Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump: Tarif Impor Minyak Belum Mendesak

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan belum berencana mengenakan tarif pada minyak impor untuk menekan dampak perang harga antara Rusia dan Arab Saudi.
Presiden Trump dalam jumpa pers task force penanganan virus Corona/ Bloomberg - Yuri Gripas
Presiden Trump dalam jumpa pers task force penanganan virus Corona/ Bloomberg - Yuri Gripas

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan belum berencana mengenakan tarif pada minyak impor untuk menekan dampak perang harga antara Rusia dan Arab Saudi.

Namun, ia memiliki alternatif opsi lain untuk melindungi produsen minyak AS.

"Saya akan menggunakan tarif jika mendesak. Saya rasa saat ini tidak perlu," katanya pada konferensi pers Gedung Putih, Minggu (5/4/2020), seperti dikutip Bloomberg

AS telah melakukan pembicaraan dengan Rusia dan Arab Saudi mengenai pemotongan kelebihan produksi yang memicu kenaikan harga minyak global, termasuk seruan Trump terhadap dan para pemimpin kedua negara.

Terlepas dari pernyataan Trump pekan lalu, kedua negara akan memangkas produksi sebesar 10 juta hingga 15 juta barel, namun belum ada kesepakatan yang tercapai.

"Kami ingin menyelamatkan industri (minyak AS). Jika mereka (Arab Saudi dan Rusia) tidak rukun, saya akan melakukan itu, ya, saya akan mengenakan tarif yang sangat besar,” ungkap Trump.

OPEC+, aliansi antara Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Rusia yang telah runtuh bulan lalu, menunda pertemuan yang bertujuan mengakhiri perang harga pada hari Sabtu Riyadh dan Moskow saling menyalahkan satu sama lain. Aliansi tersebut berencana melakukan pertemuan virtual lanjutan pada 9 April.

International Energy Agency mengatakan bahwa pengurangan produksi terdalam dalam sejarah industri minyak tidak akan mampu menstabilkan pasar minyak karena permintaan telah tertekan karena wabah virus corona (COVID-19).

"Virus telah menekannya (Industri minyak)," kata Trump.

Di sisi lain, Trump menganggap harga minyak yang murah juga menguntungkan ekonomi AS, yang merupakan salah satu konsumen minyak mentah terbesar di dunia.

"Dengan harga 91 sen per galon, banyak orang senang. Harga bahan bakar pesawat akan sangat murah, kami berusaha menyelamatkan industri penerbangan," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper