Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Antisipasi Stimulus, Indeks Stoxx Menguat Lebih dari 3 Persen

Bursa saham Eropa ditutup menguat pada perdagangan Rabu (25/3/2020), di tengah antisipasi investor terhadap paket kebijakan stimulus pemerintah.
Bursa Efek Frankfurt, Jerman./Bloomberg
Bursa Efek Frankfurt, Jerman./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Eropa ditutup menguat pada perdagangan Rabu (25/3/2020), di tengah antisipasi investor terhadap paket kebijakan stimulus pemerintah.

Indeks Stoxx Europe 600 dituutp menguat 3,09 persen atau 9,38 poin ke level 313,38. Meskipun menguat dalam dua sesi perdagangan terakhir, indeks masih anjlok 28 persen dari rekor tertingginya yang dicapai pada Februari 2020.

Sektor energi dan perjalanan & liburan, yang telah terpukul paling parah oleh Covid-19, memimpin penguatan indeks Stoxx hari ini karena valuasi saham yang murah menarik pembeli.

Dilansir dari Bloomberg, penguatan indeks didorong oleh antisipasi investor terhadap pake kebijakan stimulus fiskal AS senilai US$ 2 triliun.

Selain itu, sejumlah negara zona euro juga diperkirakan akan meningkatkan langkah-langkah untuk mengurangi tekanan ekonomi akibat Covid-19. Anggota parlemen Jerman akan melakukan pemungutan suara untuk menggelontorkan paket bantuan kebijakan.

Sementara itu, Jerman juga dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk menggunakan Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM) untuk menopang ekonomi yang terdampak virus corona.

Investor berharap indeks indeks membukukan kenaikan harian berturut-turut pertama sejak sesaat sebelum anjloknya harga saham dimulai sebulan yang lalu, bahkan ketika ekonomi dari Milan ke Seattle belum pulih dari pandemi.

Dengan infeksi yang meningkat secara global dan Spanyol melaporkan lebih dari 700 kematian dalam satu hari, pelaku pasar diingatkan terhadap ancaman ekonomi global.

Kepala alokasi aset global Manulife Investment Management Nathan Thooft mengatakan sentimen saat ini terus berubah dengan cepat, bahkan dari kepanikan hingga optimisme.

“Pada level makro, kebijakan terus berevolusi, dan data ekonomi yang kita tahu akan menjadi buruk, tetapi besarnya belum dapat dipastikan,” ungkap Thooft, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper