Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Anjlok, Medco Energi (MEDC) Revisi Target 2020

Emiten berkode saham MEDC itu memangkas belanja modal tahun ini yang semula sebesar US$340 juta menjadi hanya sebesar US$240 juta.
Akticitas pengemoran migas PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) di Laut Natuna Selatan./MedoEnergi.com
Akticitas pengemoran migas PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) di Laut Natuna Selatan./MedoEnergi.com

Bisnis.com, JAKARTA – Belum habis kuartal pertama tahun ini, emiten minyak dan gas PT Medco Energi Internasional Tbk. memangkas target dan panduan yang telah ditetapkan untuk 2020 seiring dengan anjloknya harga minyak mentah dunia.

Mengutip laporan investor update terbarunya, emiten berkode saham MEDC itu memangkas belanja modal tahun ini yang semula sebesar US$340 juta menjadi hanya sebesar US$240 juta. Adapun, dari belanja modal yang baru itu sebesar US$180 juta dialokasikan untuk segmen minyak dan gas, sedangkan US$60 juta untuk segmen listrik.

Lebih lanjut, dari total belanja modal di segmen minyak dan gas, sebanyak US$117 juta untuk proyek PSC, US$21 juta untuk proyek non-PSC, dan US$42 juta untuk biaya eksplorasi.

CEO Medco Energi Internasional Roberto Lorato mengatakan bahwa pemangkasan belanja modal saat ini disebabkan oleh anjloknya harga minyak dunia hingga ke bawah level US$30 per barel dan prospek pelemahan permintaan minyak dalam beberapa kuartal ke depan.

Untuk diketahui, harga minyak mentah jenis WTI dan Brent telah terkoreksi 61,75 persen secara year to date. Pada perdagangan Rabu (25/3/2020) hingga pukul 18.09 WIB, harga minyak WTI untuk kontrak May 2020 di bursa Nymex melemah 3,5 persen ke level US$23,17 per barel, sedangkan Brent kontrak May 2020 di bursa ICE turun 4,64 persen ke level US$25,89 per barel.

“Kami akan kaji terus panduan kami yang kemungkinan pemangkasan itu akan berlanjut hingga 2021 bergantung pada perkembangan harga minyak pada tahun ini,” ujar Roberto dalam paparan investor update dari laman resmi Medco Energi Internasional, dikutip Rabu (25/3/2020).

MEDC pun mengurangi anggaran belanja operasional sekitar 15 persen, yang termasuk antara lain adanya penundaan beberapa proyek yang kurang ekonomis dan penundaan beberapa pelatihan.

Sejalan dengan pemangkasan belanja modal, MEDC juga memangkas target produksi yang semula sebesar 110 ribu barrel oil equivalent per day (boepd), menjadi di kisaran 100-105 ribu boepd.

Roberto pun menjelaskan bahwa penurunan produksi di atas 5 ribu boepd itu berpotensi berlanjut hingga tahun depan jika permintaan minyak mentah global masih menunjukan adanya kontraksi.

Adapun, dari panduan produksi terbaru itu terdiri atas produksi minyak di kisaran 33-38 ribu boepd dan produksi gas di kisaran 67 ribu boepd.

Kendati terdapat pemangkasan volume produksi dan belanja modal, perseroan mempertahankan biaya produksi di bawah US$10 per boe.

Di sisi lain, menanggapi perubahan prospek kinerja MEDC menjadi negatif oleh beberapa lembaga pemeringkat, perseroan menegaskan bahwa emiten dengan kapitalisasi pasar hingga Rp6,52 triliun itu tetap memiliki likuiditas yang cukup kuat.

Roberto menjelaskan perseroan masih memiliki kas setara kas sekitar US$1,2 miliar dan dana yang masih tersimpan sekitar US$250 juta.

Terbaru, lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service mengubah prospek peringkat utang PT Medco Energi Internasional Tbk. menjadi negatif dari sebelumnya stabil dan mempertahankan peringkat utang perseroan di level B1.

“Dalam situasi di tengah harga minyak yang rendah ini, Medco masih memiliki likuiditas yang cukup dan struktur pendukung yang baik,” jelas Roberto.

Dalam kesempatan yang berbeda, Presiden Direktur Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro, sebelumnya sempat mengatakan bahwa setiap penurunan harga minyak sebanyak US$1 per barel, maka akan mengurangi EBITDA perseroan sekitar US$10 juta. Adapun, proyeksi tersebut jika harga minyak terus turun sepanjang tahun.

Selain itu, Hilmi juga menegaskan bahwa ketika harga minyak mentah global masih berada di atas US$20 per barel dan penurunan tidak berkepanjangan, profitabilitas perseroan masih dapat terjaga.

“Di atas US$20 per barel, MEDC masih profitable tapi tentunya program-program eksplorasi dan pengembangan akan terganggu,” papar Hilmi kepada Bisnis, belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper