Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aktivitas Perjalanan Dibatasi, Minyak Tergelincir ke Level Terendah 17 Tahun

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (18/3/2020) hingga pukul 17.56 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak April 2020 di bursa Nymex melanjutkan penurunannya terkoreksi 6,31 persen ke level US$25,25 per barel, menjadi level terendah sejak Mei 2003.
Eksplorasi minyak di lepas pantai/Antara
Eksplorasi minyak di lepas pantai/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak memperpanjang laju penurunan hingga ke level terendahnya dalam 17 tahun terakhir seiring dengan pandemi virus corona atau Covid-19 menekan permintaan bahan bakar karena banyaknya negara menerapkan lockdown pada saat pasokan minyak mentah tengah melonjak.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (18/3/2020) hingga pukul 17.56 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak April 2020 di bursa Nymex melanjutkan penurunannya terkoreksi 6,31 persen ke level US$25,25 per barel, menjadi level terendah sejak Mei 2003.

Tabel pergerakan harga WTI selama 6 bulan terakhir

Aktivitas Perjalanan Dibatasi, Minyak Tergelincir ke Level Terendah 17 Tahun

Sumber: Bloomberg

Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 di bursa ICE bergerak melemah 3,59 persen ke level US$27,7 per barel. Adapun, minyak mentah terakhir kali diperdagangkan di dekat level itu ketika sindrom pernapasan akut, atau pandemi SARS yang menghantam sebagian besar Asia.

Analis Monex Investindo Futures Andian mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa harga minyak berpotensi bergerak lebih rendah seiring dengan beberapa negara membatasi perjalanan sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran virus corona, yang juga menjadi tambahan tekanan bagi permintaan bahan bakar.

“Harga minyak berpotensi turun menguji support US$24,80 hingga US$25,50 per barel bila harga menembus ke bawah level US$26,60 per barel. Sebaliknya, jika naik ke atas level US$27,75 per barel, berpeluang menguji resistan US$$28,80 hingga US$30,30 per barel,” ujar Andian seperti dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (18/3/2020).

Senada, Analis Riset Energi Raymond James & Associates Inc Pavel Molchanov mengatakan bahwa sentimen penyebaran virus corona menjadi gangguan dramatis bagi pasar minyak dan belum pernah terjadi sebelumnya. Krisis kali ini menjadi kejutan terburuk terhadap permintaan global dalam sejarah modern.

Bisnis mencatat terdapat 8 negara yang sudah menerapkan lockdown sebagai upaya mengurangi penyebaran Covid-19, yaitu Italia, Denmark, Filipina, Irlandia, Malaysia, Spanyol, Lebanon, Hubei.

Sementara itu, terdapat beberapa negara yang telah membatasi perjalanan atau travel ban antara lain AS, Singapura, Australia, Iran, Korea Selatan, dan Indonesia.

Lockdown di seluruh dunia saja akan cukup memicu bearish untuk pasar minyak. Ditambah runtuhnya OPEC+, keduanya menciptakan kombinasi racun yang luar biasa,” ujar Pavel seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/3/2020).

Goldman Sachs Group Inc. mengatakan konsumsi minyak dapat turun 8 juta barel per hari dan memangkas perkiraan minyak Brent untuk kuartal kedua menjadi ke level US$20 per barel. Standard Chartered Plc pun memprediksikan harga minyak akan jatuh lebih dalam dari US$20 per barel pada kuartal berikutnya.

Perkiraan Harga Minyak WTI (US$/ barrel)

LembagaQ1 20Q2 20Q3 20Q4 20
Westpac Banking Corp48373543
MPS Capital Services Banca per le Imprese SpA69333845
Commerzbank AG48324047
Banco Santander SA4934,536,2540,25
Sumber: Bloomberg

Ahli Strategi Pasar Asia Pasifik AxiCorp Stephen Innes mengatakan bahwa situasi saat ini belum mencapai puncaknya sehingga mungkin akan bergerak lebih buruk lagi.

“Harga minyak akan turun menjadi US$18-20 per barel, jika kasus Covid-19 meningkat secara eksponensial, terutama di AS, itu akan membuat para pedagang minyak ketakutan," ujar Stephen seperti dikutip dari Bloomberg.

Adapun, penurunan permintaan itu bertepatan dengan membanjirnya pasokan karena Arab Saudi dan Rusia terlibat dalam perang harga. Mizuho Securities Llc. memperingatkan harga minyak mentah bisa menjadi negatif jika pertengkaran dua negara itu akan membanjiri pasar dengan pasokan.

Arab Saudi mengisyaratkan niatnya untuk memecahkan rekor produksi mencapai 10 juta barel per hari pada April, setelah pecah kongsi dengan Rusia. Untuk diketahui, Rusia menolak untuk melanjutkan pemangkasan produksi lebih dalam dan meruntuhkan hubungan baik dengan Arab Saudi yang sudah dibina sejak 2016.

Ketidakstabilan itu pun telah mendorong Irak untuk meminta OPEC mengadakan pertemuan Komite Pengawasan Menteri Bersama untuk mempertimbangkan langkah menyeimbangkan kembali pasar minyak global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper