Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Topix Mampu Menguat, Tapi Nikkei Anjlok

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix ditutup menguat 0,19 persen atau 2,38 poin ke level 1.270,84. Saham perusahaan kimia berkontribusi paling besar terhadap penguatan indeks, sedangkan sektor telekomunikasi menjadi penekan terbesar.
Bursa Saham Tokyo./Kiyoshi Ota - Bloomberg
Bursa Saham Tokyo./Kiyoshi Ota - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Topix Jepang ditutup menguat pada perdagangan Rabu (18/3/2020), menyusul lonjakan bursa saham AS setelah laporan bahwa pemerintah Trump berencana menggelontorkan stimulus sebesar US$1,2 triliun untuk menopang ekonomi di tengah wabah virus corona (Covid-19).

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix ditutup menguat 0,19 persen atau 2,38 poin ke level 1.270,84. Saham perusahaan kimia berkontribusi paling besar terhadap penguatan indeks, sedangkan sektor telekomunikasi menjadi penekan terbesar.

Saham Fujifim Holdings Corp. menjadi pendorong utama indeks Topix dengan penguatan 15,4 persen, sedangkan saham Fuji Pharma Co. mencatat penguatan terbesar hingga 27,7 persen.

Sebanyak 831 dari 2.156 saham yang terdaftar di indeks ditutup menguat, sedangkan 1.292 saham lainnya melemah.

Di sisi lain, indeks Nikkei 225 ditutup melemah 1,68 persen atau 284,98 poin ke level 16.726,55. Perbedaan kinerja antara indeks ukuran tetap besar setelah menyentuh level terbesar sejak tahun 2000 pada hari Selasa.

Saham berjangka AS merosot selama sore di Asia, mencapai apa yang disebut level batas turun karena investor mencoba menilai kemanjuran respons kebijakan administrasi Trump.

Kontrak berjangka S&P 500 kembali melemah ke batas terendah karena para pelaku pasar terus mempertimbangkan efektivitas stimulus fiskal dan moneter untuk melawan dampak virus corona terhadap ekonomi.

Analis senior Mitsui DS Asset Management, Masahiro Ichikawa, mengatakan investor menjual saham di Jepang setelah melihat bursa berjangka AS jatuh dan memperkirakan pasar spot akan ikut melemah.

"Ada kekhawatiran bahwa stimulus ekonomi tidak akan mampu mengejar laju wabah virus corona," ungkap Ichikawa, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper