Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEI Kantongi Pipeline Obligasi Senilai Rp23,38 Triliun

Berdasarkan data yang didapat dari BEI pada Rabu (18/3/2020), BEI memiliki 21 unit obligasi dan sukuk yang akan diterbitkan dengan nilai Rp23,38 triliun. Adapun unit obligasi tersebut akan dikeluarkan oleh 20 issuer.
Foto multiple exposure layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Galeri Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto multiple exposure layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Galeri Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia telah mengantongi sejumlah penerbitan emisi pada 2020. Di antaranya ialah rencana emisi obligasi sebanyak 21 unit dengan nilai Rp23,38 triliun.

Berdasarkan data yang didapat dari BEI pada Rabu (18/3/2020), BEI memiliki 21 unit obligasi dan sukuk yang akan diterbitkan dengan nilai Rp23,38 triliun. Adapun unit obligasi tersebut akan dikeluarkan oleh 20 issuer.

Selain itu, BEI juga memiliki 5 produk Exchange Traded Fund (ETF) yang telah mengantri untuk dirilis beserta 1 dana investasi real estate (DIRE).

Sementara itu, BEI menyatakan ada 23 emisi efek saham yang juga tengah berada di pipeline. Dari jumlah tersebut, 12 diantaranya tergolong berskala besar karena memiliki aset lebih dari Rp250 miliar. Adapun 7 calon emiten medium memiliki aset kurang dari Rp250 miliar dan4 calon emiten kecili mempunyai aset kurang dari Rp50 miliar.

Terdapat 7 calon emiten yang berasal dari sektor jasa dan pedagangan dan 5 calon yang berasal dari sektor properti dan konstruksi. Sisanya adalah sektor industri dasar (3 emiten), sektor finansial (2 emiten), sektor agrikultur (2 emiten), sektor konsumer (2 emiten), serta infrastruktur dan industri lainnya masing- masing menyumbang 1 calon.

Selama tahun berjalan sudah ada 18 emisi efek saham telah tercatat di pasar modal. Terdapat 8 emiten yang memiliki aset lebih dari Rp250 miliar, 6 emiten dengan aset kurang dari Rp250 miliar dan 4 sisanya kurang dari Rp50 miliar.

Terakhir, pencatatan saham perdana dilakukan oleh dua perusahaan pada 13 Maret 2020 lalu, yakni PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) dan PT Makmur Berkah Amanda Tbk. (AMAN).

Sebelumnya, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan salah satu faktor yang menjadikan saat ini momentum tepat untuk merilis obligasi korporasi adalah rendahnya suku bunga acuan dan yield SUN.

Menurutnya, tren suku bunga yang rendah akan menurunkan biaya (cost of fund) yang dikeluarkan perusahaan dalam menerbitkan surat utang.

Selain itu, lanjutnya, permintaan terhadap obligasi saat ini juga cukup tinggi. Pasalnya, investor tengah mencari instrumen investasi alternatif seiring dengan kondisi pasar saham yang sedang tidak kondusif.

“Selain itu, para investor juga sedang gencar-gencarnya melakukan variasi pada portofolionya untuk memaksimalkan keuntungan. Obligasi korporasi adalah salah satu jenis yang potensial saat ini selain SUN,” katanya, Senin (24/2/2020).

Meski demikian, dia mengatakan, ada sejumlah faktor lain yang patut menjadi pertimbangan sebelum perusahaan memutuskan untuk menerbitkan obligasi, seperti peringkat utang. Menurutnya, peringkat utang sebuah perusahaan menjadi faktor yang dapat menentukan besaran kupon dan tingkat keyakinan investor.

Sementara itu, Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan saat ini merupakan momentum yang positif bagi korporasi yang ingin menerbitkan surat utang. Apalagi dengan adanya penurunan suku bunga yang semakin menekan cost of fund.

Namun, dia menilai situasi perekonomian saat ini masih menjadi fokus utama bagi korporasi. Meski cukup optimistis dengan kinerja 2020, adanya sentimen negatif seperti wabah virus corona atau Covid-19 membuat korporasi cenderung wait and see.

Desmon mengatakan para pelaku usaha tampaknya masih akan menunggu sampai akhir kuartal pertama tahun ini. Ada dua alasan, pertama, untuk melihat sejauh mana perkembangan wabah corona. Kedua, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai target.

“Kalau di bawah 5 persen, rasanya mereka juga akan ragu. Intinya mereka melihat ekspektasi pertumbuhan ekonomi akan seperti apa,” katanya pada Bisnis.

Adapun, untuk korporasi yang akan melakukan refinancing akan diuntungkan oleh keadaan ini karena cost of fund lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper