Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontrak Berjangka Bursa AS Melonjak, Bursa Asia Masih Fluktuatif

Bursa Asia fluktuatif pada perdagangan hari ini, Selasa (17/3/2020) setelah bursa Wall Street anjlok paling dalam sejak tahun 1987 pada perdagangan sebelumnya.
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia fluktuatif pada perdagangan hari ini, Selasa (17/3/2020) setelah bursa Wall Street anjlok paling dalam sejak tahun 1987 pada perdagangan sebelumnya.

Indeks MSCI Asia Pacific di luar Jepang terpantau melemah 0,98 persen atau 5,38 poin ke level 544,78 pada pukul 15.29 WIB. Sementara itu, ijndeks Topix dan Nikkei 225 ditutup menguat masing-masing 2,6 persen dan 0,06 persen.

Di China, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 melemah masing-masing 0,34 persen dan 0,49 persen, sedangkan indeks Hang Seng terpantau menguat 0,61 persen pada pukul 15.32 WIb.

Di AS, kontrak berjangka indeks S&P 500 batas penghentian perdagangan menyentuh batas penguatan atas. Ini terjadi setelah indeks anjlok 12 persen pada perdagangan Senin, laju pelemahan terdalam sejak tahun 1987.

Bursa AS merosot pada penutupan Senin setelah Presiden Donald Trump memperingatkan kemungkinan resesi, dengan gangguan ekonomi dari virus corona (Covid-19) berpotensi meluas hingga musim panas.

Dalam upaya terbaru untuk membendung penyebaran virus, Hong Kong ditetapkan untuk mengeluarkan peringatan perjalanan tertinggi kedua bagi penduduk dan memperluas langkah-langkah karantina bagi orang-orang yang datang dari luar negeri.

Sementara itu, Filipina menjadi negara pertama yang menutup pasar keuangannya sementara hingga hari Kamis (19/2/2020).

"Pasar bearish tidak menghalangi laju penguatan," kata Eleanor Creagh, analis pasar di Saxo Capital Markets.

“Faktanya, penguatan terbesar dapat terjadi di pasar bearish, fluktuasi yang tidak menentu diperburuk oleh volatilitas yang tinggi saat ini,” lanjutnya.

Setelah Federal Reserve dan bank sentral lainnya secara dramatis meningkatkan upaya untuk menstabilkan pasar modal dan likuiditas, para pelaku pasar saat ini menunggu kebijakan dari otoritas fiskal.

Selandia Baru mengumumkan rencana kebijakan fiskal sebesar NZ$12,1 miliar (US$7,3 miliar), sedangkan pemerintah Australia bersiap untuk kembali menggelontorkan kebijakan fiskal tambahan setelah sebelumnya mengumumkan paket kebijakan senilai A$17,6 miliar (US$10,7 miliar).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper