Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alokasikan Capex US$430 Juta, Chandra Asri (TPIA) Berhati-hati Dalam Ekspansi

Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi mengatakan bahwa pada tahun ini perseroan mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$430 juta yang akan berasal dari kas internal perseroan.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400.000 ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), Cilegon, Banten, Selasa, (18/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400.000 ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), Cilegon, Banten, Selasa, (18/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan anggarannya tahun ini seiring dengan kondisi pasar yang tidak kondusif diterpa sentimen penyebaran virus corona atau Covid-19.

Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi mengatakan bahwa pada tahun ini perseroan mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$430 juta yang akan berasal dari kas internal perseroan.

Namun, pembelanjaan anggaran akan lebih berhati-hati seiring dengan langkah perseroan untuk menjaga likuiditas dan mempertahankan neraca keuangan di tengah kurang kondusifnya pasar, sehingga memungkinkan beberapa rencana ekspansi akan dijadwalkan ulang.

“Posisi kas perseroan masih cukup kuat, yaitu US$660 juta, tetapi kami akan menggunakannya lebih bijaksana dan mengutamakan rencana prioritas yang memang harus dibelanjakan supaya operational excellence tidak terganggu, itu yang paling utama,” ujar Suryandi saat teleconference dengan media, Selasa (17/3/2020).

Adapun, dari capex tersebut rencananya akan dialokasikan untuk pengembangan lanjutan proyek pabrik Methyl tert-butyl ether (MTBE) dan Butene-1 yang ditargetkan dapat beroperasi pada kuartal III/2020, dan satu proyek Enclosed Ground Flare (EGF) yang ditargetkan rampung pada kuartal IV/2020.

Selain itu, dari total capex tersebut sebanyak US$330 juta akan digunakan untuk melanjutkan proyek pembangunan pabrik CAP II yang saat ini masih menanti keputusan final pemilihan investor strategis

Proses akuisisi lahan untuk mendirikan kompleks CAP II yang memiliki total investasi hingga US$5 miliar itu saat ini telah mencapai 90 persen dari total kebutuhan lahan seluas 200 hektar.

DAMPAK HARGA MINYAK

Kehati-hatian yang dilakukan emiten berkode saham TPIA itu pada tahun ini sangat disayangkan, padahal tahun ini bisa dijadikan momentum perseroan untuk memperbaiki kinerja keuangan yang tercatat pada tahun lalu tidak begitu impresif.

Sepanjang tahun berjalan 2020, harga minyak global WTI dan Brent telah terkoreksi lebih dari 50 persen dan saat ini bergerak di kisaran US$30 per barel.

Harga minyak yang rendah itu menjadi kesempatan perseroan memperbaiki kinerja karena harga bahan baku menjadi lebih murah sehingga kesempatan menaikkan margin lebih besar.

Apalagi, perseroan pada tahun lalu berhasil meningkatkan total kapasitas produksi sebesar 603 KTA menjadi sebesar 4.061 KTA, berkat proyek debottlenecking pabrik dan pabrik baru Polyethylene dengan kapasitas 400 KTA.

Untuk diketahui, volume penjualan TPIA pada 2019 hanya sebesar 1.942 KT, sehingga penambahan kapasitas tersebut perseroan dapat menargetkan volume penjualan jauh lebih tinggi.

Suryandi mengaku penurunan harga minyak menjadi angin segar bagi industri petrokimia dan perseroan, tetapi permintaan menjadi tekanan baru seiring dengan proyeksi melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan dalam negeri.

“Kami akan cermati pasar. Secara umum memang membawa sentimen positif terhadap margin perusahaan kami, tetapi kami akan mulai hitung di kuartal II/2020 karena penurunan harga minyak baru terjadi dua minggu belum satu bulan,” papar Suryandi.

Berdasarkan laporan keuangan, TPIA mencatatkan penurunan pendapatan bersih sebesar 26 persen menjadi US$1,8 miliar dibandingkan dengan tahun lalu sebesar US$2,54 miliar.

Sementara itu, laba bersih perseroan turun 87 persen menjadi hanya sebesar US$23,6 juta dari perolehan tahun sebelumnya US$182,3 juta.

Suryandi menjelaskan bahwa penurunan pendapatan disebabkan oleh harga penjualan rerata produk yang lebih rendah terutama olefins, dan volume penjualan yang juga lebih rendah karena turnaround maintenance terjadwal.

Selain itu, perusahaan melakukan debottlenecking Polypropylene untuk meningkatkan kapasitas sebesar 110 KTA. Untuk laba bersih, penurunan disebabkan margin yang lebih rendah, yaitu turun US$219 juta.

EBITDA perseroan turun 55,2 persen menjadi US$180,1 juta pada 2019, dibandingkan dengan capaian 2018 sebesar US$401,7 juta karena margin petrokimia yang lebih rendah seiring dengan membludaknya pasokan dari AS dan China, serta penurunan permintaan polymer.

Di sisi lain, Suryandi percaya pada prospek industri petrokimia yang kuat dan menarik di Indonesia dan tetap menjalankan rencana ekspansi dan mengembangkan kompleks petrokimia kedua.

“Kecepatan pelaksanaan kompleks CAP II akan bergantung pada pendekatan stage-gated yang telah kami terapkan secara konsisten untuk memastikan penggunaan modal yang efektif dan berhati-hati, didasari oleh basis ekuitas yang kuat di neraca kami,” papar Suryandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper