Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemangkasan Suku Bunga Acuan Belum Tarik Dana Asing ke Indonesia

Pekan lalu, Federal Reserve atau The Fed mengumumkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps), begitu pula dengan Bank Indonesia yang telah memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.
Dolar AS./.Bloomberg
Dolar AS./.Bloomberg

Bisnis.com,JAKARTA - Pemangkasan suku bunga acuan yang diumumkan oleh Federal Reserve pekan lalu belum mampu menarik aliran dana asing ke instrumen surat utang Indonesia dan pasar modal.

Pekan lalu, Federal Reserve atau The Fed mengumumkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1 persen-1,25 persen. Langkah agresif itu ditempuh Bank Sentral Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir atau sejak krisis perbankan dalam subprime mortgage pada 2008.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 Februari 2020—20 Februari 2020 juga telah memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.

Namun, dua relaksasi itu belum berdampak terhadap meningkatnya aliran dana asing, baik ke instrumen surat utang maupun saham di dalam negeri.

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan total porsi kepemilikan asing dalam surat berharga negara (SBN) rupiah yang dapat diperdagangkan senilai Rp1.023,42 triliun per 10 Maret 2020. Nilai itu berkurang Rp38,44 triliun atau mencetak net sell dibandingkan dengan posisi Rp1.061,86 triliun pada 31 Desember 2019.

Secara detail, kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) senilai Rp988,12 triliun per 10 Maret 2020. Jumlah ini berkurang Rp45,29 triliun atau net sell dari posisi akhir 2019.

Adapun, kepemilikan asing dalam surat berharga syariah negara (SBSN) tercatat masih mencetak net buy atau bertambah dari posisi akhir 2019. Tercatat, porsi asing di SBSN naik dari Rp28,44 triliun per 31 Desember 2019 menjadi Rp35,30 triliun hingga 10 Maret 2020.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menjelaskan bahwa investor asing belum menyerbu SBN Indonesia. Kondisi itu terjadi meski Federal Reserve atau The Fed sudah menurunkan suku bunga acuan.

“Mereka pastinya juga memilih instrumen-instrumen yang lebih kuat walau pertimbangannya mendapatkan yield lebih rendah,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/3/2020).

Ramdhan mengatakan potensi ketidakpastian akibat dari efek penyebaran virus corona membuat pasar bergejolak. Faktor itu menurutnya turut menekan pasar utang secara umum.

Akibatnya, lanjut dia, dana investor asing banyak beralih ke aset safe haven seperti emas, dolar, serta obligasi negara di Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, Ramdhan meyakini investor asing akan kembali masuk ke pasar SBN Indonesia. Dengan catatan, kondisi eksternal sudah kembali kondusif.

Sementara itu, Analis Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan risk off saat ini lebih besar dampaknya dibandingkan dengan flush liquidity global. Di instrumen SBN, keluarnya dana asing disebabkan profit taking dan masuk ke instrumen lain yang lebih aman atau safe haven.

“Tercermin dari US Treasury yield yang turun signifikan,” jelasnya.

Dia menyebut dana asing akan kembali ke SUN ketika risk on sentiment muncul kembali. Hal itu menurutnya akan terjadi apabila efek Corvid-19 mereda dan kepercayaan diri investor terhadap perekonomian bisa membaik lagi.

Keluarnya dana asing tidak hanya terjadi di instrumen SBN Indonesia. Investor asing tercatat masih mencetak net sell atau jual bersih Rp7 triliun sampai dengan sesi perdagangan, Rabu (11/3/2020).

Associate Direktur of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyebut ketidakpastian saat ini semakin bertambah. Hal itu disebabkan penyebaran virus corona.

Dia mengatakan memang instrumen surat utang lebih aman dibandingkan dengan saham. Namun, penyebaran virus corona membuat risiko yang ada di surat utang juga bertambah.

Dengan demikian, Maximilianus mengatakan investor asing memilih aset safe haven seperti emas, UST, dan dolar. Akibatnya, pasar di dalam negeri kehilangan kendali.

Dia menekankan saat ini penting untuk menjaga investasi berkelanjutan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan capital inflow ke sektor riil sehingga mendorong investasi dalam jangka waktu panjang.

“Jadi, kami berharap bahwa omnibus law ini dapat mendorong capital inflow untuk ke dalam sektor riil dan tidak hanya ke dalam lembaga keuangan. Dengan demikian, daya tahan pasar kita tatkala terjadi capital outflow dapat terjaga dengan baik,” paparnya.

Maximilianus mengatakan aliran keluar dana asing masih berpotensi besar terjadi. Kondisi itu berlangsung selama masalah virus corona tidak bisa ditekan dan vaksin belum dapat ditemukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper