Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Virus Corona Mengganas, Rupiah Dekati Level Rp14.000

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan pagi ini, Selasa (25/2/2020).
Karyawan menghitung uang di salah satu gerai penukaran uang di Jakarta, Senin (3/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan menghitung uang di salah satu gerai penukaran uang di Jakarta, Senin (3/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan pagi ini, Selasa (25/2/2020).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah bergerak menyentuh level Rp13.893 per dolar AS dengan pelemahan 21 poin atau 0,15 persen pada pukul 09.29 WIB dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Senin (24/2/2020), nilai tukar rupiah berakhir di level Rp13.872 per dolar AS dengan depresiasi tajam 112 poin atau 0,81 persen, pelemahan hari kelima berturut-turut sejak perdagangan 18 Februari.

Sebelum melanjutkan pelemahannya, nilai tukar rupiah di pasar spot sempat rebound dengan dibuka terapresiasi tipis 4 poin atau 0,03 persen di level Rp13.868 per dolar AS. Sepanjang perdagangan pagi ini, rupiah bergerak fluktuatif di level 13.868 – 13.896.

Menurut Ahli Strategi Makro DBS Bank di Singapura Chang Wei Liang, investor semakin menjauhi aset berisiko seperti rupiah mengingat penyebaran virus corona (Covid-19) meluas ke daerah di luar China. Sentimen tersebut pun memicu arus keluar dari dalam negeri sehingga membebani rupiah.

Dikutip dari www.worldometers.info, angka kematian akibat wabah virus corona bertambah menjadi total 2.629 korban jiwa, dengan korban jiwa di China di antaranya tercatat 2.593 orang hingga Selasa (25/2/2020) pagi WIB.

Jumlah kasus virus korona di Korea Selatan melonjak selama sepekan terakhir, meningkat dari hanya puluhan menjadi lebih dari 800, menjadikannya negara paling terinfeksi di luar China.

Sebagai dampak dari virus corona, indeks kepercayaan konsumen Korea Selatan anjlok paling dalam sejak lima tahun terakhir karena wabah ini menyebar dengan cepat di negara itu dan menumpulkan momentum menuju pemulihan ekonomi.

“Selain itu, penurunan suku bunga Bank Indonesia pada pekan lalu juga mempersempit perbedaan suku bunga, sehingga menempatkan rupiah pada posisi yang lebih rentan untuk melemah,” terang Chang Wi Liang, seperti dikutip dari Bloomberg.

Sebagai informasi, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 19-20 Januari 2020 yang dimaksudkan untuk mengakomodasi tekanan pelemahan pertumbuhan akibat ketidakpastian global.

“Rupiah diperikirakan bergerak di kisaran Rp13.800 per dolar AS hingga Rp14.000 per dolar AS jika aksi hindar risiko oleh investor terus berlanjut,” tambah Chang.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsyah mengatakan pihaknya telah melakukan intervensi melalui pasar DNDF seiring dengan adanya aliran arus keluar dari obligasi.

“Ini lebih karena keluarnya investor terhadap aset pasar berkembang dan Bank Indonesia mengambil tindakan berani untuk membeli obligasi,” ujar Nanang.

Berbanding terbalik dengan pelemahan rupiah, mata uang lainnya di Asia mayoritas mampu menguat pagi ini, dipimpin won Korea Selatan yang terapresiasi 0,73 persen terhadap dolar AS pada pukul 09,29 WIB. Adapun yen Jepang terdepresiasi 0,18 persen.

Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, terpantau terkoreksi 0,11 persen atau 0,109 poin ke level 99,250 pukul 09.19 WIB.

Ahli Strategi Scotiabank Singapura Qi Gao mengatakan bahwa mata uang di kawasan Asia diprediksi masih tetap bergerak dalam tekanan pada satu hingga dua pekan ke depan di tengah penyebaran virus corona yang semakin meluas.

Munculnya pusat-pusat baru infeksi virus corona di luar China memicu kekhawatiran wabah ini bisa menjadi pandemi global sehingga mengguncang pasar keuangan dan memicu kekhawatiran pasar atas potensi melemahnya ekonomi.

“Penghindaran risiko akan berlanjut untuk sementara waktu dan merusak mata uang pasar berkembang di Asia,” ujar Qi Gao seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (24/2/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper