Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lepas dari Suspensi, Saham Tiphone (TELE) Malah Terkoreksi 20 Persen

Sebelumnya, pada Senin (17/2/2020), harga sahamnya terkoreksi 2,48 persen menuju Rp197. Setelah perdagangan dibuka hingga Jumat (21/2/2020), harga menurun 20,81 persen.

Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan terhadap saham PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. (TELE) belum berakhir. Selepas suspensi dibuka, harga saham perusahaan di bidang ritel dan distribusi produk perangkat telekomunikasi itu malah jatuh 20,81 persen.

Saham TELE disuspensi pada Selasa (18/2/2020) akibat problem pelunasan obligasi yang tidak melewati Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Sebelumnya, pada Senin (17/2/2020), harga sahamnya terkoreksi 2,48 persen menuju Rp197. Setelah perdagangan dibuka hingga Jumat (21/2/2020), harga menurun 20,81 persen.

Hari ini saham TELE turun 11,86 persen atau 21 poin menuju Rp156. Sepanjang tahun berjalan, harga pun merosot 48 persem.

Melalui pengumuman yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 Vera Florida dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Irvan Susandy, BEI memutuskan untuk mencabut penghentian sementara perdagangan efek, baik saham maupun obligasi, TELE.

"Dengan demikian, sejak sesi I tanggal 19 Februari 2020, saham dan obligasi PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. dapat diperdagangkan di seluruh pasar," demikian pengumuman BEI, Selasa (18/2/2020).

Keputusan bursa itu merujuk pada pengumuman PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) No. KSEI-2479/DIR/0220 tanggal 18 Februari 2020 perihal Konfirmasi Pembayaran Bunga ke-4 dan Pelunasan Pokok atas Obligasi Berkelanjutan II Tiphone Tahap I Tahun 2019.

KSEI sendiri mengakui siap mendistribusikan dana obligasi PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. (TELE) kepada pemegang surat utang pada Rabu (19/2/2020), atau tertunda sehari dari rencana awal pada Selasa (18/2/2020).

Direktur Kustodian Sentral Efek Indonesia Syafruddin menyampaikan penundaan pembayaran bunga dan pelunasan pokok Obligasi Berkelanjutan II Tiphone Tahap I Tahun 2019 terjadi karena belum melalui rekening KSEI sesuai waktu yang ditentukan, yakni pada Selasa (18/2/2020).

“Hari ini baru masuk dananya [pelunasan obligasi], jadi baru Rabu (19/2/2020) akan kita distribusikan,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (18/2/2020).

Nominal obligasi yang diterbitkan pada 11 Februari 2019 itu ialah senilai Rp53 miliar dengan bunga 11,5 persen. Frekuensi pembayaran bunga setiap tiga bulan.

Syafruddin menjelaskan pelunasan obligasi seharusnya sesuai prosedur, yakni melalui rekening KSEI. Namun, pembayaran sebagian pokok dan bunga yang ditujukan kepada tiga pemegang obligasi yang disetor ke KSEI hanya sebesar Rp3,33 miliar.

“Tiphone kita tunda distribusi pelunasan pokok dan bunga obligasinya, karena harus sesuai ketentuan pelaksanaannya, yakni melalui KSEI,” jelasnya.

Di sisi lain, TELE mengklaim sisa pembayaran pokok obligasi yang belum dapat disetorkan kepada KSEI telah dibayarkan langsung kepada para pemegang obligasi sejumlah Rp51,35 miliar.

Pembayaran itu ditujukan kepada tiga pemegang obligasi yaitu PT Upaya Cipta Sejahtera, PT Esa Utama Inti Persada, dan PT Deltacomsel Indonesia Distrindo.

Direktur Utama Tiphone Mobile Indonesia Tan Lie Pin mengatakan perseroan telah melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada pemegang obligasi secara langsung, sebagaimana bukti yang telah disampaikan kepada KSEI.

"Namun, KSEI tidak mengakui proses pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan karena dianggap menyalahi teknis pembayaran," katanya.

Menurut dia, alasan perusahaan melakukan proses pembayaran langsung kepada pemegang obligasi dikarenakan adanya permintaan dari pemegang obligasi kepada pihak perusahaan. Bukti pembayaran tersebut juga sudah disampaikan kepada KSEI.

Terkait dengan hal itu, perusahaan segera melakukan penarikan dana dari pemegang obligasi yang sudah dibayarkan dan akan disetorkan ke KSEI. Hal itu dilakukan agar suspensi saham perseroan di Bursa Efek Indonesia dapat dibuka.

Manajemen pun membantah telah melakukan gagal bayar atas bunga dan pokok obligasi yang sudah jatuh tempo tersebut.

Tan Lie Pin menambahkan bahwa kesalahpahaman ini hanya persoalan administrasi dan bukan karena hal lain. Perseroan masih memiliki dana internal yang cukup untuk melunasi kewajibannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper