Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga Nikel Kerek Kinerja 2019 Vale Indonesia (INCO)

Harga nikel yang lebih tinggi pada paruh kedua 2019 berdampak positif pada kinerja keuangan INCO.
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan PT Vale Indonesia Tbk., membukukan pertumbuhan pendapatan moderat sepanjang 2019, naik 1 persen menjadi US$782 juta dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya sebesar US$776,9 juta.

CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan bahwa pencapaian tersebut berhasil dibantu oleh tren penguatan harga nikel global pada paruh kedua 2019 sehingga memulihkan kinerja perseroan yang dalam tekanan pada periode enam bulan pertama 2019.

“Harga nikel yang lebih tinggi pada paruh kedua 2019 berdampak positif pada kinerja keuangan kami dan memungkinkan kami untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dan uang tunai selama periode tersebut untuk mengompensasi hasil yang lebih rendah pada paruh pertama 2019,” ujar Nico seperti dikutip dari keterangan resminya, Jumat (21/2/2020).

Nico juga mengatakan bahwa langkah perseroan yang cenderung lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan di tengah produksi nikel perseroan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya juga mendukung kinerja 2019 untuk tetap mencapai hasil yang baik.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada 2019, emiten berkode saham INCO itu mencatatkan volume penjualan 2019 sebesar 72.044 ton nikel dalam matte, turun 5% dari volume penjualan tahun lalu sebesar 75.631 ton.

Senior Manager Communication PT Vale, Suparam Bayu Aji mengatakan bahwa penurunan tersebut sesuai dengan perhitungan perseroan sebelumnya karena adanya beberapa perawatan tambang pada tahun lalu.

Adapun, salah satu perawatan terbesarnya adalah peremajaan bendungan Larona Kanal Lining untuk memastikan pasokan air ke pembangkit listrik tenaga air (PLTA) lebih stabil.

“Jadi karena sumber tenaganya berkurang jadi produksi pasti akan tercatat lebih rendah,” ujar Bayu kepada Bisnis, belum lama ini.

Selain itu, perseroan juga mencatatkan penurunan laba tahun berjalan, yaitu melemah 5,1 persen menjadi US$57,4 juta dibanding capaian 2018 sebesar US$60,51 juta. Kendati demikian, laba sebelum pajak penghasilan perseroan naik 8 persen menjadi US$89,13 juta dari sebesar US$82,61 juta pada 2018.

Sementara itu, kas dan setara kas perseroan hingga Desember 2019 berada di posisi US$249 juta, turun US$52,1 juta atau 17 persen dari saldo pada 31 Desember 2018 sebesar US$301,15 juta.

Nico menyebutkan bahwa hal ini terutama disebabkan oleh pengeluaran kas internal yang lebih tinggi untuk belanja modal pada 2019 sebesar US$166,6 juta, meningkat 99% dari US$83,8 juta yang dihabiskan pada 2018.

Adapun, Nico menjelaskan dengan upaya efisiensi yang dilakukan perseroan pada tahun lalu diharapkan dapat membantu perseroan untuk mencatatkan pertumbuhan kinerja yang baik pada tahun ini.

“Melihat pencapaian 2019, kami yakin akan kemampuan kami untuk mempertahankan tingkat produksi kami pada tahun 2020 dan terus mengelola biaya kami secara efektif,” jelas Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper