Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Siapkan Insentif, KRAS tetap Fokus Perbaikan Kinerja

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan insentif penurunan tarif listrik dan gas untuk proses produksi tentunya akan membuat produk lokal lebih berdaya saing.
 Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri) berjalan bersama Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim (kiri) saat Public Expose Krakatau Steel 2020 di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (28/1/2020). / ANTARA - Indrianto Eko Suwarso
Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri) berjalan bersama Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim (kiri) saat Public Expose Krakatau Steel 2020 di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (28/1/2020). / ANTARA - Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com. JAKARTA – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. menyambut baik rencana pemerintah untuk menyelamatkan industri baja nasional. Namun, rencana ini dinilai benar-benar akan berdampak signifikan terhadap pelaku industri.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan bahwa rencana pemerintah itu tentu akan membuat produk baja Indonesia lebih kompetitif. Namun, menurutnya perseroan masih menunggu kepastian berapa besar insentif yang akan diberi pemerintah.

“Baik saja rencana tersebut, tentu akan membuat produk baja Indonesia lebih kompetitif. Tapi untuk menghitung lebih rinci, perlu tahu harga listriknya,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (16/2/2020).

Dia mengatakan bahwa insentif penurunan tarif listrik dan gas untuk proses produksi tentunya akan membuat produk lokal lebih berdaya saing. Namun, Silmy berpendapat industri baja saat ini lebih membutuhkan bantuan pemerintah dalam membendung produk impor.

Di sisi lain, dia mengatakan langkah pemerintah tersebut belum akan memengaruhi target dan rencana perseroan pada tahun ini. Perseroan masih akan berfokus pada perbaikan kinerja dan efisiensi.

“Kami tidak mengubah strategi, fokus Kratkatau Steel tetap pada efisiensi dan perbaikan operasional serta kinerja,” ujarnya.

Salah satu fokus perseroan pada tahun ini adalah menurunkan biaya operasional ke kisaran US$16,5 juta per bulan. Saat ini posisi biaya operasional perseroan mencapai sekitar US$18 juta, mulai turun dari rata-rata biaya operasional pada 2018 sebesar US$33 juta per bulan.

Strategi ini diharapkan dapat memperbaiki earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) perseroan ke kisaran US$120 juta—US$150 juta.

Perseroan sebelumnya telah melakukan restrukturisasi kredit sindikasi senilai US$2 miliar. Sebagai upaya pelunasan utang tersebut, perseroan tengah mengkaji rencana divestasi maupun pencarian mitra strategis untuk anak usaha.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pemerintah akan menurunkan tarif energi, melonggarkan ketentuan impor skrap, dan mengecualikan slag dari daftar limbah berbahaya dan beracun (B3) sebagai langkah strategis untuk menyematkan industri baja nasional.

Tarif untuk industri baja akan turun dari saat ini sekitar US$9—US$9,5/MMBTU menjadi US$6/MMBTU. Pemerintah juga akan memberikan diskon penggunaan listrik bagi industri yang bekerja 24 jam. Saat ini tarif listrik untuk industri baja sekitar US$7,1 sen/kWh—US$7,2 sen/kWH.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper