Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Analisis Saham Small-Mid Cap (SMC) yang Layak Koleksi

Terkontraksinya indeks IDX SMC secara global disebabkan oleh wabah virus corona yang menimbulkan ketidakpastian di pasar saham. Hal ini membuat para investor panik dan menarik kepemilikan sahamnya.
 Pengunjung beraktivitas di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Pengunjung beraktivitas di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Anjloknya saham lapis kedua dan ketiga yang tergabung dalam Indeks IDX SMC disebabkan oleh kepanikan investor yang berasal dari wabah virus corona dan kasus saham gorengan.

Indeks IDX SMC merupakan indeks yang mengukur performa harga dari saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dan menengah. Ada 358 saham yang masuk ke dalam indeks tersebut.

Adapun, Indeks IDX SMC Liquid mengukur performa harga anggota IDX SMC dari sisi likuiditas yang tinggi. Anggota konstituen itu mencakup 52 saham.

Hingga Rabu (12/2/2020), IDX SMC terkoreksi 9,82 persen sepanjang tahun berjalan (year to date/ ytd) ke level 234,72. Setali tiga uang, IDX SMC Liquid menurun 11,05 persen secara ytd.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, terkontraksinya indeks IDX SMC secara global disebabkan oleh wabah virus corona yang menimbulkan ketidakpastian di pasar saham. Hal ini membuat para investor panik dan menarik kepemilikan sahamnya.

Dari dalam negeri, kasus gagal bayar Jiwasraya juga turut mengurangi keyakinan investor terhadap pasar saham Indonesia. Akibatnya, banyak investor yang melakukan penyesuaian ulang portofolio investasi yang menaruh uangnya pada indeks saham tersebut.

“Bila investor memfokuskan investasinya pada saham-saham big caps seperti pada indeks LQ45, penurunan yang terjadi tidak akan setajam sekarang. Pada umumnya, kondisi fundamental emiten di perusahaan besar lebih baik,” ungkapnya saat dihubungi pada Rabu (12/2/2020).

Secara terpisah, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, anjloknya saham IDX SMC disebabkan oleh banyaknya spekulan saham yang bermain pada wilayah ini. Hal ini karena harga saham yang ditawarkan pada IDX SMC lebih murah bila dibandingkan dengan saham big caps.

“Sehingga kemungkinan mendapat keuntungan pada saham lapis dua dan tiga lebih besar bila dibandingkan dengan saham big caps,” jelasnya.

Selain itu, perputaran kepemilikan saham (turnaround) pada IDX SMC juga terbilang lebih cepat dibandingkan indeks lainnya.

Oleh karena itu, saat munculnya kabar-kabar negatif seperti kasus Minna Padi dan gagal bayar Jiwasraya yang banyak bermain pada saham lapis kedua dan ketiga, para investor dan spekulan menjadi panik dan menarik dananya keluar dari emiten-emiten di IDX SMC.

Rekomendasi Saham
Meskipun anjlok, sejumlah emiten pada indeks saham ini masih patut menjadi perhatian investor. Nafan merekomendasikan sejumlah perusahaan pada sektor konstruksi seperti PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI).

Performa emiten di bidang konstruksi diperkirakan akan positif seiring dengan program pemerintah untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah.

“Wilayah-wilayah yang dijadikan prioritas pembangunan utamanya yang belum memiliki jalan yang layak. Mereka dapat memanfaatkan program pemerintah ini,” katanya.

Selain itu, sektor properti juga dapat menjadi pilihan para investor. Emiten seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) diperkirakan memiliki prospek yang cerah.

Hal tersebut akan didukung oleh kebijakan penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap properti.

Tren sentimen positif tersebut juga dapat dimanfaatkan dengan memaksimalkan pembangunan rumah tipe 21. Pasalnya, saat ini permintaan rumah tipe 21 akan meningkat pada kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.

Pada sektor pertanian PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dapat menjadi pilihan. Kebijakan pemerintah untuk penggunaan Biodiesel B30 dan B40 akan mendongkrak harga minyak kelapa sawit yang akan mengerek kinerja kedua emiten tersebut.

Sementara itu, Reza menyarankan untuk memperhatikan emiten dengan fundamental yang baik dan perputaran kepemilikan saham yang tidak terlalu besar, salah satunya adalahPT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK).

Selain fundamental yang baik, kenaikan permintaan terhadap sarung tangan baik pada bidang farmasi dan industri lain dinilai dapat mengerek naik kinerja MARK.

Emiten lain yang dapat menjadi perhatian adalah PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO). Dengan prospek sektor consumer yang baik dan daya beli masyarakat yang terjaga, perusahaan penghasil air mineral ini dapat dikoleksi oleh investor.

“Perusahaan lain yang dapat menjadi alternatif adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO),” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper