Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Terkoreksi Tipis, UNVR & BBCA Penekan Utama

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pergerakannya di zona merah pada perdagangan hari ini, Jumat (24/1/2020).
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pergerakannya di zona merah pada perdagangan hari ini, Jumat (24/1/2020).

Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan IHSG ditutup di level 6.244,11 dengan koreksi tipis 0,08 persen atau 5,1 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Kamis (23/1/2020), IHSG mampu mengakhiri pergerakannya di zona hijau yakni level 6.249,21 dengan penguatan 0,25 persen atau 15,76 poin.

Indeks mulai tergelincir ke zona merah dengan dibuka turun 0,1 persen atau 6,76 poin di posisi 6.242,83 pada Jumat (24/1) pagi. Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak di level 6.234,82 – 6.258,85.

Lima dari sembilan sektor berakhir di wilayah negatif, dipimpin aneka industri dan pertanian yang masing-masing melorot 1,16 persen. Empat sektor lainnya menguat, dipimpin industri dasar yang menguat 0,63 persen.

Adapun dari 675 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 160 saham menguat, 231 saham melemah, dan 284 saham stagnan.

Saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang masing-masing turun 1,80 persen dan 0,44 persen menjadi penekan utama IHSG.

Di sisi lain, penguatan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) masing-masing sebesar 1,93 persen dan 1,03 persen menjadi pendorong utama sekaligus membatasi besarnya koreksi IHSG.

Berbanding terbalik dengan IHSG, nilai tukar rupiah lanjut ditutup menguat 56 poin atau 0,41 persen di level Rp13.583 per dolar AS, setelah terapresiasi 7 poin dan berakhir di posisi 13.639 pada Kamis (23/1).

Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menuturkan aliran investasi ke aset keuangan, terutama SBN, masih tetap tinggi ketika pasar global lesu akibat epidemik virus Corona baru di China.

Sementara itu, beberapa indeks saham lain di Asia berakhir di zona hijau, di antaranya adalah indeks Nikkei 225 Jepang dan Hang Seng Hong Kong yang masing-masing ditutup naik 0,13 persen dan 0,15 persen.

Dilansir dari Reuters, bursa Asia mampu bergerak stabil di tengah tipisnya volume perdagangan menjelang Tahun Baru Imlek dan kekhawatiran mengenai wabah virus corona (coronavirus) baru dari China.

Aktivitas perdagangan di Asia melambat menjelang liburan Tahun Baru Imlek, dengan pasar keuangan di China daratan, Taiwan, dan Korea Selatan ditutup hari ini. Di Hong Kong, indeks Hang Seng berakhir naik 0,15 persen setelah diperdagangkan setengah hari.

Sementara itu, sikap yang diambil oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atas epidemik virus corona di China memberi sedikit jeda aksi jual pada bursa saham AS.

Pada perdagangan Kamis (23/1/2020), indeks Nasdaq Composite naik 0,20 persen menyentuh rekor level penutupan tertinggi, sementara indeks S&P 500 menanjak 0,11 persen dan Dow Jones Industrial Average turun 0,09 persen.

WHO memutuskan untuk tidak mendeklarasikan wabah virus corona baru di China sebagai darurat kesehatan global. Menurut WHO, penyebaran virus corona baru yang berasal dari China belum mencapai level yang dianggap sebagai darurat kesehatan masyarakat global.

“Sekarang bukan saatnya. Masih terlalu dini untuk mempertimbangkan bahwa kejadian ini adalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional,” jelas Didier Houssin, ketua komite darurat WHO, dalam konferensi pers di Jenewa.

Houssin mengatakan keputusan itu didasarkan pada terbatasnya jumlah kasus di seluruh dunia, serta upaya di China untuk mencoba mengendalikan virus itu.

Bursa saham Eropa, yang ditutup sebelum pengumuman WHO, diperkirakan akan rebound pada perdagangan Jumat (24/1), dengan perdagangan futures Eropa naik sekitar 0,7-0,9 persen.

Meski demikian, sejumlah analis tetap menyuarakan kekhawatiran pasar mengenai dampak wabah virus tersebut terhadap perekonomian China khususnya.

“Investor masih khawatir wabah virus corona akan mengurangi konsumsi di China ketika ekonomi China sudah mulai tenang,” ujar Yasuo Sakuma, kepala investasi di Libra Investments, seperti dilansir Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper