Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wabah Virus China 'Bombardir' Pasar Keuangan Asia, Ini Kata Analis

Kabar bertambahnya korban jiwa akibat virus itu menambah keresahan pada pasar setelah Moody's Investors Service menurunkan peringkat kredit Hong Kong menjadi Aa3 dari Aa2 karena kekacauan politik dalam negeri yang tak juga tampak berujung.
BUrsa Asia/Reuters
BUrsa Asia/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku pasar keuangan ramai-ramai menjauhi aset berisiko pada perdagangan di Asia hari ini, Selasa (21/1/02020), di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang wabah virus asal China.

Beragam aset berisiko mulai dari saham di Hong Kong dan China hingga won Korea Selatan terjungkal. Sebaliknya, pamor aset investasi aman (safe haven) seperti yen Jepang dan obligasi naik.

Kondisi ini didorong laporan bahwa virus corona (coronavirus) yang ditengarai menjadi penyebab wabah penyakit serupa SARS di Wuhan, China, telah kembali memakan korban jiwa dan menginfeksi banyak tenaga medis.

Di luar China, kasus penyakit serupa dilaporkan di Korea Selatan, Thailand, dan Jepang, melibatkan turis dari Wuhan ataupun warga yang baru-baru ini mengunjungi kota tersebut.

Kabar bertambahnya korban jiwa akibat virus itu menambah keresahan pada pasar setelah Moody's Investors Service menurunkan peringkat kredit Hong Kong menjadi Aa3 dari Aa2 karena kekacauan politik dalam negeri yang tak juga tampak berujung.

Para analis pasar pun ramai-ramai menyuarakan pandangan mereka atas tekanan yang dialami pasar tepat menjelang liburan Tahun Baru Imlek.

Menurut Margaret Yang, ahli strategi di CMC Markets, pasar keuangan meremehkan potensi virus corona baru dari China untuk menyebar ke berbagai negara di Asia.

“Safe-haven dan sektor-sektor defensif mungkin akan mengungguli aset berisiko di masa mendatang, dengan emas, yen, paladium, dolar AS, saham perawatan kesehatan dalam posisi yang lebih menguntungkan karena krisis penyakit itu,” tulisnya dalam sebuah riset.

Sementara itu, Jackson Wong, direktur manajemen aset di Amber Hill Capital Ltd. berpendapat investor akan menguangkan aset mereka sebelum liburan karena banyaknya kabar negatif.

“Tidak pasti bagaimana wabah virus itu akan berkembang di China selama masa liburan. Kami memegang lebih banyak uang tunai dan menghindari saham-saham yang berhubungan dengan travel dan beberapa saham teknologi yang telah melonjak banyak sebelumnya,” ungkap Wong.

Selain saham, nilai tukar mata uang juga terdampak kondisi tersebut. Rata-rata kurs mata uang Asia melemah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, dipimpin yuan China.

“Aksi jual dalam mata uang Asia dipicu oleh pergerakan yuan offshore, yang pada gilirannya bisa disebabkan oleh kekhawatiran atas wabah virus corona,” ujar Khoon Goh, kepala riset Asia di Australia & New Zealand Banking Group, Singapura.

“Kekhawatiran lebih besar sebenarnya apabila [virus] mulai menyebar ke negara-negara lain di Asia. Jika cukup serius untuk memengaruhi pariwisata, maka mata uang lain di kawasan ini akan lebih rentan,” tambahnya, seperti dilansir Bloomberg.

Di sisi lain, ada pula yang tidak mengkaitkan virus corona China dengan aksi jual hari ini.

“Saya pikir tidak ada kaitannya dengan pemberitaan virus itu,” tutur Jun Kato, kepala analis pasar di Shinkin Asset Management, Tokyo. “Mungkin membebani sentimen tetapi belum pada tahap dimana mengancam menggerogoti ekonomi.”

Menurut Kato, ada indikasi bahwa saham-saham China akan turun pada awal perdagangan. Mengingat bahwa saham tersebut telah rally terlalu kuat, mungkin ada pergerakan untuk mengambil keuntungan dan mengurangi posisi saat ini sebelum masuk kembali.

“Dan penjualan itu mungkin telah memicu kepanikan penjualan dari pedagang lain yang ingin menjual dan memperbesar penurunan secara tak terduga,” paparnya.

Kay Van-Petersen, ahli strategi makro global di Saxo Capital Markets Pte., meyakini bahwa pada akhirnya virus itu akan dikendalikan, meskipun tidak diketahui kapan dan seberapa besar skalanya.

“Sulit untuk melihat argumen dimana ini menjadi sangat negatif untuk ekuitas China (dan Hong Kong), kecuali jika entah bagaimana mendorong penjualan panik lokal. Namun segala sesuatu harus memburuk secara dramatis untuk skenario macam itu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper