Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Blue Chips di Sektor Perbankan dan Konsumer Jadi Favorit Schroders

Dalam pandangan Schroders, sejumlah saham blue chips di sektor perbankan dan konsumsi masih menawarkan valuasi yang menarik.
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA—Kendati pasar ekuitas diprediksi membaik pada 2020, PT Schroder Investment Management Indonesia memilih bersikap defensif dalam memilih saham dengan masuk ke sektor perbankan dan konsumen yang blue chip.

Dalam publikasinya, manajemen Schroder menjelaskan pihaknya relatif konstruktif terhadap pasar saham pada 2020. Sejumlah sentimen yang menopang ialah perkembangan positif perang dagang AS-China.

Namun, risiko geopolitik global sesungguhnya belum selesai, sehingga pasar berpotensi terus bergejolak. Dari dalam negeri, proyeksi pertumbuhan earning per share (EPS) sebesar 6%-8% juga belum terlalu menarik bagi investor.

“Oleh karena itu, kami akan melanjutkan sikap defensif di pasar ekuitas dengan mencari sagam bervaluasi menarik pada 2020,” papar Schroder.

Dalam pandangan Schroders, sejumlah saham blue chips di sektor perbankan dan konsumsi masih menawarkan valuasi yang menarik.

Dari sisi moneter, Bank Indonesia diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga acuan dari level 5%. Prioritas BI adalah stabilitas nilai tukar rupiah.

Schroders berpendapat berlakunya undang-undang omnibus law akan menjadi katalis positif utama untuk pasar saham pada 2020. Kendati pembentukannya membutuhkan waktu panjang, pasar optimis terhadap regulasi tersebut.

Pemotongan pajak penghasilan dan pajak IPO akan meningkatkan kepercayaan investor sekaligus membantu menarik investasi asing langsung (FDI). Di sisi lain, pemangkasan pajak individu akan memacu konsumsi domestik.

Pasar Obligasi

Sementara itu, Schroder memprediksi imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun menjadi sekitar 7,1% pada 2020. Manajer investasi itu menilai obligasi bertenor pendek sekitar 5-10 tahun akan lebih baik karena pasokan yang terbatas.

“Karena pemerintah masih membutuhkan dana ke depan, kami memperkirakan lebih banyak pasokan datang untuk obligasi bertenor lebih panjang,” imbuhnya.

Risiko utama terhadap pasar obligasi termasuk kebijakan fiskal dan defisit Departemen Keuangan, situasi perdagangan AS dan China, ketidakpastian pemilu AS, sikap The Fed pada kebijakan moneter, dan situasi keseluruhan China.

Schroders pun memilih instrument obligasi dibandingkan dengan saham pada 2020. Pasalnya, dalam masa ketidakpastian di pasar ekuitas, investor akan lebih cenderung memarkir uang mereka di pendapatan tetap.

Obligasi pemerintah Indonesia masih menawarkan salah satu pengembalian terbaik dibandingkan dengan pasar negara berkembang lainnya. Selain itu, Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan, sehingga mendukung harga obligasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper