Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Menguat Jelang Penandatanganan Kesepakatan Fase Pertama AS-China

Bursa saham Asia menguat ke level tertingginya dalam 19 bulan terakhir pada perdagangan Senin (13/1/2020), menjelang penandatanganan kesepakatan perdagangan China-AS fase pertama, meskipun pasar belum melihat adanya rincian perjanjian.
BUrsa Asia/Reuters
BUrsa Asia/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia menguat ke level tertingginya dalam 19 bulan terakhir pada perdagangan Senin (13/1/2020), menjelang penandatanganan kesepakatan perdagangan China-AS fase pertama, meskipun pasar belum melihat adanya rincian perjanjian.

Pada perdagangan sore di Asia, indeks MSCI Asia Pacific di luar Jepang terpantau menguat 0,61 persen, menyentuh level tertinggi sejak Juni 2018. Indeks Kospi terpantau menguat 1,04 persen, sedangkan indeks Hang Seng naik 1,04 persen menjelang akhir perdagangan.

Di China, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 ditutup menguat masing-masing 0,75 persen dan 0,98 persen. Adapun indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang tidak membuka aktivitas perdagangan karena libur nasional.

Investor di China menantikan data neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi yang akan dirilis pekan ini, yang diharapkan memberi lebih banyak kejelasan terhadap sejumlah tanda perbaikan ekonomi setelah negara itu mencatat laju pertumbuhan paling lambat dalam hampir tiga dekade pada kuartal ketiga 2019.

Investor menantikan penandatanganan perjanjian perdagangan Fase pertama antara Amerika Serikat dan China yang dijadwalkan pada hari Rabu. Pemerintahan Trump telah mengundang sedikitnya 200 orang ke Gedung Putih untuk penandatanganan tersebut.

"Latar belakang geopolitik yang lebih tenang dan penandatanganan perjanjian Fase pertama AS-China, secara seimbang, menguntungkan bagi pertumbuhan global," kata Joseph Capurso, analis valas di CBA, seperti dikutip Reuters.

"Namun, rincian perjanjian fase pertama setebal 86 halaman belum dipublikasikan. Ada keraguan seberapa komprehensif kesepakatan itu, dan apakah perjanjian tersebut akan dilaksanakan secara penuh oleh kedua pemerintah," lanjutnya.

Washington memiliki hak untuk memberlakukan kembali tarif impor jika menilai China tidak mematuhi kesepakatan.

"Jika ada kejutan dari kesepakatan fase pertama, itu sebenarnya dapat menyebabkan sejumlah volatilitas," kata Tommy Xie, ekonom dan kepala penelitian di OCBC.

"Pelaku pasar benar-benar fokus pada apakah China benar-benar berkomitmen untuk membeli barang dan jasa tambahan senilai US$200 miliar dari AS selama dua tahun ke depan ... belum ada banyak komitmen dari China."

Xie mengatakan angka PDB kuartal keempat dan tahunan China yang akan dirilis Jumat, juga kemungkinan akan mendapat sorotan karena investor mencari tanda-tanda bahwa perbaikan yang terlihat dalam survei manufaktur baru-baru ini tercermin dalam angka pertumbuhan dan investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper