Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini yang Bakal Bikin IHSG Moncer Tahun Ini

Proyeksi IHSG mencerminkan iklim yang lebih kondusif bagi emiten sehingga asumsi pertumbuhan laba bersih pada 2020 bisa berada di kisaran 9% atau lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan laba bersih emiten pada 2019 yakni 2%.
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bahana Sekuritas meramalkan indeks harga saham gabungan pada 2020 menyentuh 7.000 pada 2020. Apa yang membuat Bahana optimistis dengan indeks saham Indonesia itu?

Kepala Riset Bahana Sekuritas, Lucky Ariesandi mengatakan pasar saham pada 2020 berpeluang bangkit dari keterpurukan yang terjadi pada 2019. Adapun, keterpurukan pasar saham tercermin pada pertumbuhan tipis indeks harga saham (IHSG) pada 2019 yakni sebesar 1,7%.

Menurutnya, kondisi 2020 akan membawa angin sejuk bagi IHSG sehingga bisa menyentuh level 7.000 pada pengujung tahun. Proyeksi IHSG mencerminkan iklim yang lebih kondusif bagi emiten sehingga asumsi pertumbuhan laba bersih pada 2020 bisa berada di kisaran 9% atau lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan laba bersih emiten pada 2019 yakni 2%. 

‘’Kami cukup yakin pasar saham akan kembali bergairah pada tahun ini, sehingga bisa mendorong indeks naik hingga ke level 7.000,” ujarnya, Minggu (12/1/2020) dalam keterangan resminya.

Lucky telah membuat daftar beberapa faktor lain yang bakal memengaruhi aktivitas di pasar saham RI pada 2020.

Pertama, sektor-sektor unggulan seperti perbankan, tembakau, komoditas terkait minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) serta farmasi bakal menangguk kinerja positif yang menopang moncernya pasar saham.

Kedua, pasar saham masih menawarkan return yang lebih besar bila dibandingkan dengan pasar surat utang dan properti. Alasannya, suku bunga acuan rendah dan inflasi rendah bakal berimbas pada rendahnya imbal hasil surat utang.

Bila dibandingkan dengan pasar surat hutang dan juga properti, pasar saham masih menawarkan gain yang lebih baik. Pasalnya dengan level suku bunga acuan dan infasi yang terjaga rendah, yield surat utang cenderung rendah.

Sebagai gambaran, pada Desember 2019, dengan tingkat inflasi sepanjang 2019 sebesar 2,72%. Sementara itu, saat ini rata-rata yield surat utang berada pada kisaran 7%. Pada 2020, Lucky pun memproyeksikan bahwa ruang pemangkasan suku bunga acuan masih tersedia sehingga Bank Indonesia bisa menurunkan tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun ini.

‘’Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini,’’ katanya.

Ketiga, rencana kenaikan pajak reksadana dan pemotongan pajak bagi korporasi. Terakhir, sentimen konflik AS-Iran yang diperkirakan tak akan berdampak signifikan. Dengan demikian, peluang konflik tersebut berdampak terhadap aktivitas pengiriman minyak dari Timur Tengah yang berada di Selat Hormuz bakal tipis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper