Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Ramai-Ramai Berburu SUN di Lelang Perdana, Ini Penyebabnya

Lelang surat utang negara (SUN) perdana pada tahun ini menggalang penawaran masuk sebesar Rp81,54 triliun. Apa faktor pendorongnya?

Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas menyebut penawaran masuk dalam lelang perdana surat utang negara (SUN) pada 2020 yang digelar Selasa (7/1/2020) menjadi yang paling ramai dalam 3 tahun terakhir dari sisi bid to cover ratio atau nilai penawaran masuk berbanding target yang ditetapkan.

Berdasarkan data Mandiri Sekuritas, lelang SUN perdana pada 2020 disebut sebagai lelang tertinggi dari sisi bid to cover ratio atau penawaran masuk berbanding target minimal yang ditetapkan. Tercatat, lelang SUN mencapai 4,1 kali dari target minimum Rp15 triliun yakni sebesar Rp81,5 triliun.

Dalam 3 tahun terakhir, bid to cover ratio yang terealisasi tak pernah menyentuh level 4 kali. Pada 2017 bid to cover ratio sebesar 2,5 kali. Lalu, pada 2018 menyentuh 3,4 kali dan pada 2019 sebesar 2 kali.

Namun, secara nominal, penawaran masuk dalam lelang perdana pada 2020 belum bisa melampaui nilai penawaran masuk pada lelang pembuka pada 2018. Adapun, pada 2017 lelang perdana mendapatkan penawaran masuk sebesar Rp36,9 triliun dan pada 2019 lelang perdana mendapatkan penawaran masuk sebesar Rp55,3 triliun.

Kepala Riset Pendapatan Tetap Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan permintaan dalam lelang pembuka pada tahun ini cukup tinggi. Hal itulah menjadi penyebab mengapa penawaran masuk dalam lelang melampaui angka target minimal Pemerintah.

“Jika dibandingkan dengan rata-rata lelang 3 tahun sebelumnya ada peningkatan demand tahun ini,” ujarnya.

Adapun, beberapa penyebab naiknya permintaan dalam lelang berasal dari investor dalam negeri dan asing. Investor dalam negeri terangsang untuk mengikuti lelang karena terpicu kenaikan likuditas rupiah akibat penurunan giro wajib minimum (GWM) dan inflasi yang masih rendah.

Di sisi lain, investor asing menaruh minat pada aset di Tanah Air karena imbal hasil Indonesia yang menarik, tren persepsi risiko yang membaik pada credit default swap (CDS) yang rendah serta tren apresiasi rupiah.

Demand onshore karena likuiditas rupiah improve karena ada penurunan GWM dan inflasi yang rendah. Naiknya offshore demand karena yield Indonesia masih menarik, CDS rendah dan rupiah yang trennya menguat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper