Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas, Investor Disarankan Wait and See

Indikator pasar obligasi yang harus dicermati yakni pergerakan harga di rentang 50 basis poin hingga 75 basis poin. 
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi pada perdagangan hari ini, Rabu (8/1/2020) diperkiakan menguat terbatas sehingga investor disarankan untuk wait and see

Dikutip dari hasil risetnya, Rabu (8/1/2020), Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan kondisi pasar hari ini diperkirakan menguat terbatas. Hal itu, dilatarbelakangi tensi geopolitik yang meningkat sehingga ruang penguatan harga surat utang menjadi lebih sempit. 

Oleh karena itu, dia merekomendasikan agar investor memilih wait and see. Adapun, indikator pasar yang harus dicermati yakni pergerakan harga di rentang 50 basis poin hingga 75 basis poin. 

“Kami merekomendasikan wait and see hari ini. Apabila pergerakan pasar obligasi bergerak melebihi rentang harga 50–75 bps, maka akan menjadi arah pergerakan pasar obligasi hingga hari ini,” ujarnya. 

Beberapa sentimen yang memengaruhi pergerakan harga hari ini yaitu pertama, konflik geopolitik Amerika Serikat (AS)-Iran turut memengaruhi kebijakan Bank Sentral AS. Meskipun sebelumnya telah diungkapkan bahwa suku bunga acuan tak akan mengalami perubahan pascapemangkasan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada 2019, masih ada peluang perubahan sikap Bank Sentral AS guna memitigasi dampak konflik tersebut. 

Kedua, China mendesak AS untuk berdialog dengan Iran daripada harus melancarkan serangan. Di sisi lain, Iran sedang menilai 13 skenario pembalasan terhadap AS sebagai respons pembunuhan Qassem Soleimani. 

Terakhir, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.332,1 triliun sepanjang 2019, atau 84,4% dari target yang ditenggat dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dengan demikian, penerimaan pajak hanya tumbuh 1,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan shortfall sebesar Rp245,5 triliun. 

Capaian lain pada 2019 yakni dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp405 triliun atau 107,1% dari target APBN 2019. Meski telah melampaui target, realisasi PNBP sebenarnya lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya, yang mencapai Rp409,3 triliun.

Beberapa hal penting dalam capaian tersebut yakni pertama, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sepanjang 2019 yang hanya sebesar US$62 per barel, lebih rendah dari 2018 yang mencapai US$67,5 per barel.

Kedua, nilai tukar rupiah pada 2019 justru lebih kuat dibandingkan dengan 2018, sehingga memengaruhi realisasi PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas. Pada 2019, nilai tukar rupiah secara rerata mencapai Rp14.150 per dolar AS, lebih kuat dari tahun sebelumnya, yang mencapai Rp14.247 per dolar AS.

Ketiga, kinerja produksi siap jual atau lifting minyak pada 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni lifting minyak tercatat mencapai 754.000 barel perhari, lebih rendah dari 2018 yang sebesar 778.000 barel perhari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper