Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kilau Emas Terbaik Sejak 2010 Terjadi pada 2019

Emas berada di jalur yang tepat untuk membukukan kinerja tahunan terbaik sejak 2010, yaitu menguat sebesar 18%, menggarisbawahi bagaimana sejumlah tantangan ekonomi global mendukung logam mulia bahkan ketika pasar saham tengah reli menuju level tertinggi terbaru.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Emas tengah berada di jalur yang tepat untuk membukukan kinerja tahunan terbaik sejak 2010, seiring dengan adanya sejumlah tantangan ekonomi global yang justru mendukung performa logam mulia itu bahkan ketika pasar saham tengah reli menuju level tertinggi terbaru.

Seperti yang diketahui, harga emas mulai menguat di tengah ketegangan geopolitik dan kepercayaan diri investor terhadap pertumbuhan global. Logam mulia kerap reli ketika investor gelisah dan mencoba untuk melindungi asetnya terhadap penurunan pasar yang luas dan ketika risiko terlalu banyak menghantui pasar.

Pada 2019, banyak sentimen yang berpihak terhadap penguatan emas. Ketegangan hubungan dagang antara AS dan China yang berlarut-larut telah melukai minat investor terhadap investasi aset berisiko dan mencari emas sebagai salah satu aset safe haven.

Di sisi lain, gelombang pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral yang hampir terjadi di seluruh dunia, termasuk The Fed, juga telah mendukung emas sepanjang tahun ini hingga membuat emas menyentuh level tertingginya dalam enam tahun terakhir di level US$1.566 per troy ounce.

Untuk perdagangan emas batangan produk dalam negeri, emas Antam, juga sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah di level Rp775.000 per gram pada September lalu.

Mengutip riset konsultan Metal Focus, permintaan global untuk emas pada 2019 naik ke level tertingginya dalam empat tahun. Dunia diprediksi mengkonsumsi 4.370 ton emas pada tahun ini, menjadi yang terbesar sejak 2015 dan naik sedikit dari 4.364 ton emas pada 2018.

Sementara itu, pasokan emas diprediksi hanya naik sebesar 1% pada tahun ini menjadi 4.707 ton berkat produksi dan daur ulang tambang yang lebih tinggi.

Akibat banjirnya katalis positif bagi emas tersebut, sepanjang tahun berjalan 2019, emas telah bergerak menguat sekitar 18% sehingga menjadi kinerja terbaiknya sejak 2010.

Bahkan, ketika emas sempat menahan penguatannya pada awal kuartal IV tahun ini akibat meredanya ketegangan dagang AS dan China, emas berhasil menemukan pijakannya dan kembali menguat, siap untuk menutup 2019 tetap berada di zona hijau.

Penguatan emas di akhir tahun ini pun cukup impresif karena berjalan di jalur hijau bersamaan dengan aset berisiko, terutama pasar saham. Sebagai informasi, umumnya kedua aset ini bergerak saling bertolak belakang.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Bloomberg untuk beberapa pedagang dan analis, emas masih akan bullish di tengah proyeksi Federal Reserve mempertahankan suku bunganya pada tahun depan yang dapat melemahkan dolar AS dan menguntungkan emas.

Direktur Citigroup New York Aakash Doshi mengatakan bahwa emas memiliki lebih banyak ruang untuk reli pada 2020 seiring dengan proyeksi kebijakan moneter The Fed tersebut.

Emas mampu melanjutkan relinya juga didukung oleh kemungkinan sengketa perdagangan yang berkelanjutan dan ketegangan lainnya yang dibawa oleh Presiden AS Donald Trump karena 2020 merupakan tahun pemilihan umum bagi AS.

Dia juga mengatakan bahwa emas dapat mencoba untuk menembus level US$1.700 hingga US$1.800 per troy ounce pada 2020, dan dapat menyentuh US$2.100 per troy ounce pada 2021 atau 2022.

“Bahkan, dengan potensi untuk kesepakatan parsial dengan China pun, beberapa investor bersedia bertaruh bahwa semua akan aman untuk emas, karena 2020 masih memiliki banyak ketidakpastian,” papar Aakash.

Proyeksi cerah pun diungkapkan oleh analis lainnya, termasuk Goldman Sachs dan UBS yang keduanya memperkirakan bahwa emas akan terus naik di tahun berikutnya dan bisa naik ke US$1.600 per troy ounce.

Adapun, Direktur Pelaksana RBC Wealth Management George Gero mengatakan bahwa pada pekan lalu emas mencetak kinerja mingguan terbesar dalam perdagangan empat bulan terakhir, yaitu menguat 2,5%.

“Emas terus berada dalam kisaran perdagangan baru US$1.480 hingga US$1.530 per troy ounce, didukung oleh investor yang mencari berita politik, ekonomi, dan perdagangan tahun depan yang akan datang,” ujar George seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (31/12/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (31/12/2019) hingga pukul 13.26 WIB harga emas di pasar spot bergerak menguat 0,53% di level US$1.523,17 per troy ounce. Sementara itu, harga emas berjangka di bursa Comex untuk kontrak Februari 2020 menguat 0,51% menjadi US$1.526,40 per troy ounce.

Di sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak melemah 0,05% menjadi 96,689.

Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa menjelang akhir tahun kenaikan harga emas dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap penandatangan kesepakatan dagang dan ekspektasi kebijakan pelonggaran moneter pada tahun depan untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi lanjutan.

“Selain itu, jika berkaca pada data sebelumnya, selama 2 tahun terakhir harga emas selalu menguat pada Desember dan selama 6 tahun terakhir harga emas selalu menguat pada Januari,” ujar Ariston saat dihubungi Bisnis.

Ariston mengatakan, pada tahun depan faktor kesepakatan dagang akan memegang peranan penting untuk pergerakan harga emas selanjutnya.Dia memprediksi jika perang tarif AS dan China terus berlanjut, harga emas berpeluang naik ke level US$1.600 hingga US$1.680 per troy ounce.

Sebaliknya, jika AS sepakat berdamai permanen dengan China, harga emas bisa melemah ke area US$1.380 hingga US$1.400 per troy ounce.

Kendati demikian, Ahli Strategi Daily FX Ilya Spivak mengatakan bahwa di tengah volume perdagangan yang cenderung lebih sepi di akhir tahun sehingga penguatan emas mungkin saja lebih disebabkan oleh likuiditas daripada keyakinan.

“Ini akan menarik untuk dilihat apa yang terjadi ketika partisipasi pasar secara keseluruhan kembali aktif pada Januari,” papar Ilya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper