Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri China Positif Tidak Mampu Angkat Harga Nikel

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (16/12/2019) hingga pukul 18.36 WIB, harga nikel di bursa London melemah 0,18% menjadi US$14.187 per ton.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. /JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. /JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Nikel bergerak menurun di tengah lonjakan stok London seiring dengan investor tengah menilai dampak kesepakatan perdagangan AS dan China parsial dan hasil industri China yang berhasil dirilis lebih baik daripada perkiraan.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (16/12/2019) hingga  pukul 18.36 WIB, harga nikel di bursa London melemah 0,18% menjadi US$14.187 per ton.

Analis Guangzhou Futures Co Song Minjia mengatakan bahwa pada kuartal terakhir tahun ini terdapat banyak pabrik nikel pig iron atau NPI di China dan Indonesia mulai beroperasi sedangkan permintaan hampir tidak dapat mengikuti laju pasokan.

“Selain itu, persediaan LME melonjak sehingga pandangan nikel berubah bearish dalam jangka menengah-panjang,” ujar Song Minjia seperti dikutip Bloomberg, Senin (16/12/2019).

Mengutip Bloomberg, persediaan nikel di bursa London naik menjadi 123.228 ton pada 13 Desember 2019 dibandingkan dengan 68.886 ton pada pekan sebelumnya.

Adapun, logam yang digunakan dalam pembuatan stainless steel dan bahan baku baterai kendaraan mobil listrik telah terdepresiasi memasuki kuartal IV/2019 seiring dengan sinyal pasokan mulai membanjiri pasar.

Padahal, sejak awal tahun nikel berhasil menjadi salah satu logam dengan kinerja penguatan terbaik dengan naik 32,25% akibat tekanan pasokan.

Tekanan tersebut terutama berasal dari kebijakan larangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia yang dimajukan dua tahun lebih awal dari rencana, yaitu pada awal 2020.

Di sisi lain, berdasarkan data Biro Statistik China, output industri naik 6,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tidak hanya itu, penjualan ritel meningkat 8% dibandingkan dengan proyeksi pasar sebesar 7,6%.

Angka pertumbuhan yang cukup baik tersebut menjadi sentimen positif bagi nikel karena pertumbuhan ekonomi konsumen nikel terbesar dunia, China, mulai menunjukkan pemulihan yang dapat menjadi stimulus permintaan nikel.

Namun, investor juga tengah mempertanyakan sejauh mana kesepakatan perdagangan fase-satu menuju penyelesaian friksi yang telah mengguncang pasar selama setahun terakhir sehingga membatasi pergerakan nikel di tengah prospek membaiknya permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper