Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEI: Kalau Mau Menggoreng Saham, Tentu Menghindari e-IPO

Diharapkan dengan adanya transparansi penawaran umum lewat e-IPO, celah praktik menggoreng saham anyar bakal terbatas.
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com ,JAKARTA — Bursa Efek Indonesia menyampaikan aturan penawaran umum saham perdana secara elektronik (Electronic-Initial Public Offering/e-IPO) akan rampung pada 2020. 

Diharapkan dengan adanya transparansi dalam penawaran umum lewat e-IPO, celah praktik “menggoreng saham” anyar bakal terbatas.

Laksono Widodo, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, menyampaikan bahwa saat ini pihak bursa masih menunggu proses finalisasi aturan tersebut dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Menunggu peraturan dari OJK selesai. [e-IPO] akan diluncurkan tahun depan,” kata Laksono di Jakarta, Kamis (5/12/2019).

Dirinya pun menegaskan bahwa transparansi proses IPO secara elektronik bakal meminimalisir adanya kecurangan atau potensi “menggoreng” saham baru. Hal itu disampaikannya merespon potensi emiten mengebut proses IPO sebelum pemberlakuan e-IPO pada 2020.

“Kalau dia maksudnya mau menggoreng saham, tentu dia [calon emiten dan penjamin emisi[ akan menghindari e-IPO. Kalau benar-benar IPO, mestinya tidak ada masalah,” imbuh Laksono.

Adapun, setelah aturan e-IPO keluar nantinya akan ada masa transisi kurang lebih 6 bulan sebelum diberlakukan secara penuh.

Lewat sistem e-IPO nanti calon emiten dapat menggunakannya untuk proses pencatatan saham di bursa, mulai dari mengunggah dokumen hingga melakukan penawaran dan menerima pesanan (bookbuilding).

Sistem tersebut akan dibuat transparan, sehingga porsi untuk penjatahan terpusatnya juga terlihat. 

Saat ini, dalam beleid tersebut, jumlah minimal yang dapat ikut penjatahan terpusat adalah sebesar 15%, sementara 85% sisanya lewat fix allotment yang biasanya merupakan institusi.

Sementara apabila terjadi oversubscribe, maka porsi yang akan dikurangi adalah porsi dari fix allotment.

Artinya, investor ritel akan lebih diberi kesempatan dalam penawaran tersebut karena biasanya dalam IPO investor ritel jarang mendapatkan pembagian secara adil. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper