Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laba Masih Terjaga, Saham HMSP Naik Tipis pada Awal Perdagangan

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2019, perusahaan mencetak penjualan bersih sebesar Rp77,51 triliun dan laba bersih Rp10,20 triliun.
Pekerja PT HM Sampoerna Tbk melakukan aktivitas di pabrik sigaret kretek tangan (SKT) Sampoerna di Surabaya, Kamis (19/5/2016)./Antara
Pekerja PT HM Sampoerna Tbk melakukan aktivitas di pabrik sigaret kretek tangan (SKT) Sampoerna di Surabaya, Kamis (19/5/2016)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT HM Sampoerna Tbk. mendarat di zona hijau pada awal perdagangan Senin (28/10/2019).

Upaya emiten yang mampu menjaga pertumbuhan laba per 30 September 2019, agaknya mendapat apresiasi dari investor. Ini tercermin dari data Bloomberg, saham perusahaan rokok itu menguat 0,92% atau naik 20 poin ke level Rp2.190 pada perdagangan Senin (28/10/2019) pukul 09.49 WIB.

Di level tersebut, perusahaan memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp254,74 triliun. Meski demikian sepanjang tahun berjalan, harga saham HMSP telah turun 40,97%.

Sebagai informasi, PT HM Sampoerna Tbk. mampu menjaga kinerja laba sepanjang Januari-September 2019 di tengah penjualan rokok yang cenderung stagnan.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2019, perusahaan mencetak penjualan bersih sebesar Rp77,51 triliun atau turun 0,04%. Adapun, laba bersih tumbuh 5,26% secara tahunan menjadi Rp10,20 triliun.

Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe memperkirakan laba bersih yang tumbuh 5% di tengah penjualan yang stagnan ditopang dari kenaikan harga jual dan efisiensi yang dilakukan perusahaan.

Terkait dengan kenaikan cukai pada tahun depan, lanjutnya, perusahaan rokok biasanya akan melakukan pass on ke konsumen dengan cara menaikkan harga jual.

Dia memperkirakan kenaikan cukai akan berdampak terhadap penurunan volume penjualan sekitar 2%-3% selama sekitar 6 bulan. Volume penjualan diperkirakan akan kembali normal setelah konsumen melakukan penyesuaian bujet konsumsinya.

Adapun, efisiensi yang dilakukan perusahaan tercermin dari beban pokok penjualan yang turun tipis. Efisiensi ini dapat berasal dari pembelian harga bahan baku yang lebih rendah.

"Rokok tidak bisa naik tinggi karena pasarnya sudah itu-itu saja dan sudah menjadi market leader sehingga tidak bisa bergerak banyak," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Jika dilihat spesifik periode Juli-September 2019, penjualan di periode tersebut turun 5,60% secara tahunan menjadi Rp28,79 triliun. Laba bersihnya juga turun 4,12% secara tahunan menjadi Rp3,58 triliun.

Hal tersebut berbeda dengan penjualan di periode Januari-Maret 2019 yang tumbuh 2,89% dan laba bersihnya tumbuh 8,35% secara tahunan. Begitu pula, penjualan di periode April-Juni 2019 yang tumbuh 3,43% dan laba bersihnya tumbuh 13,11% secara tahunan.

Kiswoyo menilai saham HMSP tetap menarik dikoleksi meski kinerja sahamnya telah turun dalam. Selain memiliki konsumen yang loyal, valuasi saham HMSP juga telah murah dan merupakan salah satu penggerak IHSG.

Pada perdagangan Jumat (25/10/2019), saham HMSP berakhir di level Rp2.170, sama dengan harga penutupan perdagangan sebelumnya. Di level itu, saham HMSP diperdagangkan dengan price earning ratio sebesar 18,71 kali.

Perusahaan rokok A Mild itu memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp252,41 triliun. Meski demikian, sepanjang tahun berjalan, saham HMSP telah turun 41,51%. Akibatnya, kapitalisasi pasar HMSP telah menyusut Rp179,13 triliun dari posisi akhir 2018 sebesar Rp431,54 triliun.

"Turunnya sudah cukup dalam dan waktunya untuk beli. Saya perkirakan saham HMSP dapat kembali ke harga wajarnya Rp3.500 hingga tahun depan," imbuhnya.

Dalam risetnya, analis PT JP Morgan Sekuritas Indonesia Benny Kurniawan memberikan rekomendasi overweight terhadap saham HMSP dengan target harga Rp2.600 hingga akhir tahun depan. Target harga ini diperoleh dengan menggunakan proyeksi price earning (PE) ratio 22 kali pada 2019.

"Kami menyukai HMSP karena arus kas yang stabil dan imbal hasil dividen 5% pada tahun depan, dan profil ROIC [rasio profitabilitas] yang unggul. Kami memperkirakan pendapatannya akan terus tumbuh pada 2021, meski lebih lambat dari GGRM," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper