Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemangkasan Produksi OPEC Kemungkinan Berlanjut, Harga Minyak Merekah

Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo menyampaikan OPEC akan melakukan apapun yang ada dalam kekuasaan mereka dan sekutunya untuk menjaga stabilitas pasar minyak hingga 2020.
Pumpjacks terlihat saat matahari terbenam di ladang minyak Daqing di provinsi Heilongjiang, China, Kamis (22/8/2019)./REUTERS-Stringer
Pumpjacks terlihat saat matahari terbenam di ladang minyak Daqing di provinsi Heilongjiang, China, Kamis (22/8/2019)./REUTERS-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA -- Harga minyak bergerak lebih tinggi pada perdagangan Rabu (16/10/2019), mengikuti penguatan pasar ekuitas seiring perkembangan Brexit dan sinyal dari OPEC terkait keberlanjutan pembatasan pasokan.

Analis Pasar Oanda New York Edward Moya mengatakan minyak dunia mulai melihat beberapa posisi bullish pada pergerakannya, ditambah adanya pelonggaran terhadap dua sentimen risiko terbesar dalam beberapa perdagangan terakhir, seperti meredanya hubungan dagang AS-China serta Brexit.

“Kesepakatan perdagangan yang lebih luas tampaknya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat sehingga penguatan tampak terbatas, tetapi risiko untuk perang perdagangan AS-China telah memudar,” paparnya seperti dilansir Reuters, Rabu (16/10).

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (16/10) hingga pukul 11.12 WIB, harga minyak WTI untuk kontrak November 2019 di bursa Nymex bergerak menguat 0,21 persen menjadi US$52,92 per barel. Adapun harga minyak jenis Brent untuk kontrak Desember di bursa ICE menguat 0,22 persen menjadi US$58,87 per barel.

Pembicaraan terakhir antara Inggris dan Uni Eropa (UE) untuk mencapai kesepakatan Brexit menjelang pertemuan puncak para pemimpin blok ekonomi tersebut pada pekan ini, berlangsung cukup lama. Namun, kepastian Inggris untuk keluar dari UE yang dijadwalkan pada 31 Oktober 2019 masih belum jelas.

Para analis telah mengatakan kesepakatan apapun yang menghindari hard Brexit ataupun tidak ada kesepakatan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya juga bakal berdampak pada pergerakan harga minyak.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo menyampaikan OPEC akan melakukan apapun yang ada dalam kekuasaan mereka dan sekutunya untuk menjaga stabilitas pasar minyak hingga 2020.

Seperti diketahui, kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global karena perang dagang AS-China telah menekan harga minyak karena prospek permintaan yang melemah. 

Dalam laporan terbarunya, IMF pun memperingatkan perang dagang akan memangkas pertumbuhan global 2019 ke laju paling lambat sejak krisis keuangan 2008-2009.

Oleh karena itu, OPEC, Rusia, dan produsen minyak lainnya telah memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari untuk mendukung pasar sehingga mengangkat harga minyak dunia. OPEC juga memberikan sinyal untuk melanjutkan kebijakan tersebut pada 2020.

Namun, persediaan minyak mentah AS yang diperkirakan kembali meningkat pada pekan ini, membuat harga minyak sesungguhnya masih berada dalam tekanan. Berdasarkan jajak pendapat pasar, stok minyak mentah AS diprediksi kembali tumbuh untuk pekan kelima berturut-turut.

Pasar tengah menanti laporan inventaris minyak AS yang dirilis dari grup industri American Petroleum Institute pada Rabu (16/10) waktu AS dan Administrasi Informasi Energi (EIA) AS pada Kamis (17/10). 

"Jika inventaris EIA menggambarkan kenaikan pekan kelima berturut-turut, kami memprediksi ada tekanan jual yang kuat sehingga mempengaruhi harga minyak secara intraday," kata Benjamin Lu dari Phillip Futures.

Dalam risetnya, analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengungkapkan harga minyak berpeluang bergerak naik menguji level resisten di sekitar US$53,15 per barel.

“Penembusan level resisten tersebut berpeluang menopang kenaikan harga minyak menguji level resisten selanjutnya di US$53,4 per barel hingga US$53,6 per barel,” tuturnya seperti dikutip dari risetnya, Rabu (16/10).

Namun, Yudi menyampaikan potensi perlambatan ekonomi global dan outlook cadangan minyak AS yang meningkat berpeluang menekan harga minyak menguji level support US$52,7 per barel. Penurunan lebih lanjut dari level support tersebut berpotensi menekan harga minyak menguji level support selanjutnya di US$52,45 per barel dan US$52,25 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper