Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi China Melemah, Nikel Lanjutkan Penurunan

Mengutip riset Macquarie Group, umumnya pasar komoditas akan melemah pada kuartal keempat setiap tahunnya.
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA - Nikel melanjutkan pelemahan seiring dengan dirilisnya indikator awal yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi China melambat sehingga menekan permintaan logam dari China sebagai negara konsumen logam terbesar di dunia.

Pada perdagangan Kamis (26/9/2019) hingga pukul 19.07 WIB, harga nikel berjangka di bursa London bergerak melemah 0,16% menjadi US$17.280 per ton.

Indikator Bloomberg Economics menunjukkan ekonomi China telah mendingin untuk 5 bulan berturut-turut dengan indikator untuk perdagangan, harga pabrik, dan kepercayaan bisnis kecil semua memburuk.

Selain itu, pertumbuhan penjualan ritel dan investasi juga melambat sehingga dinilai tidak ada pendorong dari dalam negeri yang mampu menopang pertumbuhan.

Adapun, data resmi untuk laporan September akan dirilis pada Senin (30/9/2019), bersamaan dengan pengumuman data indeks manajer pembelian. Beberapa ekonom saat ini memperkirakan kinerja manufaktur akan tetap terkontraksi, meskipun dengan sedikit perbaikan.

Perlambatan sektor manufaktur China tersebut akan memperpanjang daftar perlambatan sektor manufaktur di beberapa negara, seperti Jepang, Jerman, dan Prancis, sehingga menekan prospek permintaan nikel dan melemahkan harga.

Mengutip riset Macquarie Group, umumnya pasar komoditas akan melemah pada kuartal keempat setiap tahunnya.

“Namun, tahun ini aktivitas ekonomi tampak lebih tertekan hampir di setiap negara dan konflik perdagangan AS dan China yang masih berlangsung telah menghambat perdagangan, investasi , dan sentimen sehingga menekan harga nikel,” tulis Macquarie Group dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (26/9/2019).

Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2019, harga nikel berjangka untuk kontrak 3 bulanan di bursa LME telah bergerak menguat 60% yang didorong oleh sentimen terbatasnya pasokan dalam jangka panjang.

Harga nikel di bursa LME sempat menguat mencapai level tertingginya sejak 2014 di kisaran US$18.850 per ton pada awal September, akibat kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang dimajukan 2 tahun dari rencana awal, yaitu dimulai pada awal 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper