Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Kurang Dovish, Bursa Asia Melemah

Indeks futures Amerika Serikat (AS) melemah bersama bursa Asia pada perdagangan siang ini, Kamis (19/9/2019), di tengah rilis keputusan kebijakan moneter oleh sejumlah bank sentral dunia.
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks futures Amerika Serikat (AS) melemah bersama bursa Asia pada perdagangan siang ini, Kamis (19/9/2019), di tengah rilis keputusan kebijakan moneter oleh sejumlah bank sentral dunia.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks futures S&P 500 melemah 0,4 persen pada pukul 8.26 pagi waktu London (pukul 14.26 WIB), sedangkan indeks MSCI Asia Pacific turun 0,1 persen. Sebaliknya, indeks Stoxx Europe 600 menanjak 0,2 persen dan indeks DAX Jerman naik 0,1 persen.

Bursa saham Hong Kong melemah, pasar ekuitas Shanghai naik tipis, dan yuan China turun ketika para pedagang mempertimbangkan kemungkinan Bank Sentral China (PBOC) menurunkan biaya pinjaman.

Di pasar mata uang, Bloomberg Dollar Spot Index bergerak fluktuatif, nilai tukar euro terhadap dolar AS naik 0,1 persen menjadi US$1,2039, dan yen Jepang terapresiasi 0,4 persen ke level 108,07 per dolar AS.

Yen membukukan penguatan tertinggi dalam tiga pekan setelah Bank of Japan (BOJ) memutuskan mempertahankan kebijakan moneternya meskipun mengakui soal risiko yang meningkat.

Dalam pertemuan yang berakhir pada Kamis (19/9), BOJ mempertahankan target suku bunga jangka pendek pada minus 0,1 persen dan janji untuk menjaga imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun di kisaran 0 persen.

BOJ juga tetap mempertahankan panduan ke depan serta berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga sangat rendah saat ini untuk jangka waktu yang lama, setidaknya sampai sekitar pertengahan tahun 2020.

Langkah tersebut berbanding terbalik dengan The Fed yang memutuskan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk kedua kalinya tahun ini di tengah risiko global yang intensif.

Dalam pertemuan kebijakan moneternya (FOMC meeting) yang berakhir Rabu (18/9/2019) waktu setempat, The Fed mengumumkan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 1,75 persen – 2 persen.

Selain The Fed, Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) menurunkan suku bunga acuannya menjadi 2,25 persen dari 2,5 persen, berdasarkan laman resmi otoritas moneter.

Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi level 5,25 persen pada Kamis (19/9).

Rangkaian keputusan kebijakan tersebut memberi petunjuk baru sejauh mana bank-bank sentral dunia bersedia mengambil tindakan mendukung pertumbuhan di tengah data ekonomi yang lesu dan ketidakpastian perdagangan.

Meski tidak mengikuti langkah The Fed dan Bank Sentral Eropa (ECB) soal pelonggaran kebijakan, BOJ mengatakan akan "mencermati kembali" pertumbuhan dan perkembangan harga.

Di sisi lain, kendati The Fed kembali memangkas suku bunga acuannya, para pembuat kebijakan juga terdengar memberikan sinyal beragam tentang langkah mereka selanjutnya.

“Tidak ada narasi kohesif pada saat ini,” ujar Hannah Anderson, global market strategist di JPMorgan Asset Management, seperti dikutip Bloomberg.

“Pemangkasan dan pengarahan suku bunga oleh Gubernur The Fed tidak benar-benar mengubah narasi bahwa investor akan membutuhkan lebih dari beberapa badan pemerintahan untuk memberikan tesis sentral yang membuat mereka merasa nyaman untuk sementara waktu,” lanjutnya.

Proyeksi baru menunjukkan para pembuat kebijakan akan bertahan dalam kisaran baru suku bunganya sampai 2020. Proyeksi triwulanan yang diperbarui menunjukkan pendapat para pejabat terpecah atas perlunya penurunan suku bunga tahun ini.

Lima pejabat tidak ingin mengubahnya. Lima anggota menginginkan pemangkasan sebesar 25 basis poin, sedangkan tujuh lainnya melihat perlunya penurunan lebih besar yakni 50 basis poin sebelum akhir tahun.

Ini menjadi berita buruk bagi investor yang mengharapkan pemangkasan tambahan guna membantu membendung kejatuhan ekonomi global akibat perang perdagangan AS-China.

Pasar masih dibayangi perundingan perdagangan AS-China, sementara situasi geopolitik di Timur Tengah masih belum jelas setelah Arab Saudi menyalahkan Iran atas serangan udara yang memukul instalasi minyak utamanya pada Sabtu (14/9/2019), sebuah peristiwa yang membantu mengobarkan ketegangan antara AS dan Iran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper