Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UOB Kay Hian Sekuritas Kantongi 7 Mandat IPO

Tujuh calon emiten tersebut antara lain berasal dari sektor pertambangan dan konsumer.
Pejalan kaki berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di Jakarta, Senin (1/7/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Pejalan kaki berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di Jakarta, Senin (1/7/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — PT UOB Kay Hian Sekuritas telah menerima mandat untuk membawa tujuh perusahaan melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO).
 
Head of Financial UOB Kay Hian Sekuritas Nefo Handojo mengungkapkan pihaknya tengah memproses 9 perusahaan yang ingin melakukan aksi korporasi, dengan perincian 7 aksi IPO dan 2 aksi penambahan modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
 
Pipeline masih ada sembilan [perusahaan]. Itu juga masih akan bertambah lagi, 7 IPO dan 2 rights issue,” sebutnya di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Para calon emiten itu berasal dari berbagai sektor, di antaranya pertambangan dan konsumer. Nefo menyatakan nilai total dana yang akan dihimpun dari aksi korporasi yang sudah ada di pipeline itu berkisar Rp700 miliar—Rp800 miliar.
 
Sebanyak lima calon emiten disebut bakal melantai di bursa menjelang akhir tahun ini, menggunakan buku cut off Juni 2019.
 
Sejauh ini, UOB Kay Hian setidaknya telah mengantarkan delapan perusahaan melantai di bursa, yakni PT Wahana Interfood Nusantara Tbk., PT Communication Cable System Indonesia Tbk., PT Eastparc Hotel Tbk., PT Capri Nusa Satu Properti Tbk., PT Jasnita Telekomindo Tbk., PT Golden Flower Tbk., PT Arkha Jayanti Persada, dan PT Gunung Raja Paksi Tbk.
 
Nefo melanjutkan saat ini, perusahaan sekuritas asal Singapura tersebut memang fokus di bisnis underwriter untuk menopang kinerja.
 
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2019, UOB Kay Hian Sekuritas mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 12,8 persen menjadi Rp47 miliar dari posisi Rp53,9 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh penurunan pendapatan dari kegiatan perantara perdagangan efek atau brokerage sebesar 31,39 persen menjadi Rp25,50 miliar dari sebelumnya Rp37,17 miliar.
 
Di sisi lain, pendapatan kegiatan penjamin emisi efek atau underwriting justru melonjak lebih dari 100 persen menjadi Rp15,12 miliar dari sebelumnya Rp6,64 miliar.
 
“Kebetulan kami memang tahun ini fokus di bisnis underwriting, karena kami lihat trading itu menurun,” jelas Nefo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper