Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lemahnya Minyak Beri Kekuatan Mata Uang Asia untuk Berbalik ke Zona Hijau

Arab Saudi menyatakan pemulihan dua fasilitas milik Saudi Aramco, yang diserang drone pada akhir pekan lalu, akan dilakukan dengan cepat.
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Sebagian besar mata uang emerging market Asia mendapatkan keuntungan kecil seiring dengan penurunan harga minyak mentah pada perdagangan Rabu (18/9/2019), karena Arab Saudi siap memulihkan sebagian produksi di pabrik minyaknya yang rusak.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga Rabu (18/9) pukul 14.11  WIB, mayoritas mata uang Asia berhasil bergerak naik. Penguatan dipimpin rupee India yang menguat 0,75 persen, diikuti oleh rupiah yang berhasil menguat 0,185 persen dan peso Filipina yang menguat 0,14 persen.

Adapun mata uang yang masih bergerak di zona merah antara lain won Korea Selatan yang melemah 0,67 persen dan dolar Hong Kong yang melemah 0,69 persen.

Kepala Ekonom dan Strategi Mizuho Bank Singapura Vishnu Varathan mengatakan deeskalasi ketegangan dan gangguan pasokan minyak mentah dunia telah mendorong harga minyak bergerak cenderung melandai setelah melonjak cukup tajam.

Terkait serangan drone terhadap dua fasilitas milik Saudi Aramco pada akhir pekan lalu, Arab Saudi mengatakan akan berusaha cepat memulihkan gangguan pasokan minyak mentah dan meyakinkan dunia bahwa ekspor minyak mentah Arab Saudi tidak akan menderita. Selain itu, Riyadh juga optimistis kapasitas produksi akan kembali normal dalam beberapa bulan.

“Melandainya harga minyak telah membantu mata uang pasar berkembang di Asia mendapatkan kembali daya tariknya sehingga berhasil bergerak cenderung menguat,” ujar Varathan seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/9).

Kini, investor tengah mengalihkan perhatiannya menuju pertemuan The Fed yang diprediksi kembali melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), melanjutkan pemangkasan suku bunga acuan pada Juli 2019.

Namun, data penjualan ritel dan sentimen konsumen yang lebih kuat daripada perkiraan pasar, ditambah dengan harapan meredanya sengketa perdagangan dengan China, tampak melemahkan argumen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuannya.

Seperti diketahui, pemangkasan suku bunga The Fed justru akan membantu melemahkan dolar AS sehingga menjadi momentum untuk mata uang lainnya bergerak menguat.

Tercatat, indeks dolar AS yang bergerak mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak menguat tipis 0,1 persen menjadi 98,356.

Selain itu, pasar juga akan mengawasi perkembangan perdagangan antara AS dan China yang akan kembali melakukan negosiasi pada awal Oktober 2019.

Presiden AS Donald Trump menyampaikan kedua negara kemungkinan akan segera membuat kesepakatan sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) AS pada 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper