Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemarin Mengangkasa, Hari ini Harga Minyak Mulai Mendarat

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dibuka melemah 1,49 persen atau 0,94 poin ke posisi US$61,96 per barel. Sampai pukul 14:00 WIB, harga minyak patokan dunia tersebut masih di zona merah dengan melemah 1,00 persen atau 0,63 poin menjadi US$62,27 per barel.
Bendera Iran berkibar di lapangan minyak Soroush di Teluk Persia, Iran, Senin (25/7/2005),/Reuters-Raheb Homavandi
Bendera Iran berkibar di lapangan minyak Soroush di Teluk Persia, Iran, Senin (25/7/2005),/Reuters-Raheb Homavandi

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah sempat mengangkasa kemarin, Senin (16/9), harga minyak mentah berjangka kembali mendarat pada hari ini, Selasa (17/9/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dibuka melemah 1,49 persen atau 0,94 poin ke posisi US$61,96 per barel. Sampai pukul 14:00 WIB, harga minyak patokan dunia tersebut masih di zona merah dengan melemah 1,00 persen atau 0,63 poin menjadi US$62,27 per barel.

Tak jauh berbeda dengan WTI, harga minyak Brent juga mendarat di zona merah. Pada pembukaan, harga minyak berjangka tersebut melemah 1,26 persen atau 0,87 poin ke posisi US$68,15 per barel. Hingga pukul 14:00 WIB, harga Brent pun masih bertahan melemah 0,77 persen atau 0,53 poin ke posisi US$68,49 per barel.

Meskipun demikian, kedua minyak tersebut masih berada di level terkuatnya dalam hampir 5 bulan terakhir, yang dipicu oleh insiden serangan fasilitas minyak di Saud pekan lalu.

Sebagai informasi, pada Senin (16/9), kedua harga minyak tersebut ditutup di zona hijau dengan kenaikan harian yang signifikan. Tercatat, WTI berakhir menguat 14,56 persen atau 8,05 poin ke posisi US$62,90 per barel, usai dibuka menguat 12,09 persen atau 6,63 poin ke posisi US$61,48 per barel.

Untuk Brent berakhir menguat 14,61 persen atau 8,80 poin ke posisi US$69,02 per barel, setelah dibuka menguat 10,35 persen atau 6,23 poin ke posisi US$66,45 per barel.

Mengutip Reuters, harga minyak sempat melompat hampir 20 persen secara harian merespons serangan tersebut. Lompatan tersebut menjadi yang tertinggi dalam hampir 30 tahun terakhir.

Tony Nunan, Manajer Risiko di Mitsubishi Corp mengatakan, penurunan harga minyak tersebut tidak menunjukkan persoalan yang besar. Menurutnya, kendati pasar sempat terkejut serangan fasilitas minyak di Saudi, tetapi ada kekhawatiran di antara mereka terhadap suplai minyak berlimpah.

“Saat ada surplus dalam minyak mentah dan produksi [minyak] AS tumbuh pada kecepatan yang cepat,” katanya dikutip dari Reuters.

US Energy Information Administration (EIA) melaporkan, produksi minyak AS dari tujuh formasi serpih utama diperkirakan akan naik sebesar 74.000 barel per hari (bph) pada Oktober menuju rekor tertinggi 8,84 juta bph.

Taksiran terhadap volatilitas pasar minyak pada Senin (16/9/2019), naik ke level tertinggi sejak Desember tahun lalu, serta aktivitas perdagangan menunjukkan investor mengharapkan harga yang lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang.

Jepang pada Selasa (17/9/2019) menyatakan, akan mempertimbangkan utuk melepas cadangan minyaknya jika diperlukan.

PERAN IRAN

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan, Iran seperti berada di balik serangan yang menyasar pusat pemrosesan minyak di Abqaiq dan Khurais, Sabtu (14/9/2019). Namun, dia menekankan, pihaknya enggan angkat senjata terhadap Iran.

Sementara itu, Teheran telah menolak tuduhan tersebut.

Relasi antara Amerika Serikat dan Iran telah memburuk sejak Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi terhadap ekspor minyaknya.

Analis City Index Fiona Cincotta mengatakan, jika melihat tudingan Trump terhadap Iran tersebut, hubungan kedua negara bisa menjadi lebih buruk lagi ke depannya. “Dalam keadaan ini, harga minyak masih bisa naik untuk beberapa waktu,” katanya.

Dia menambahkan, harus diingat pula bahwa gambaran permintaan minyak global tidaklah cerah untuk saat ini. Sentimen tersebut dapat menurunkan harga minyak sewaktu-waktu. “Baru-baru ini angka produksi industri China mengecewakan,” katanya.

Serangan terhadap fasilitas pengolahan minyak mentah milik produsen Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais memotong produksi mereka sebesar 5,7 juta bph. Dampak dari serangan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan Saudi untuk mempertahankan ekspor minyak.

Saudi Aramco belum memberikan batas waktu khusus untuk dimulainya kembali produksi penuh, tetapi menunda beberapa pemuatan.

Sumber yang mengetahui persoalan tersebut mengungkapkan, Aramco menginformasikan kepada PetroChina pada Selasa (17/9/2019), pemuatan minyak mentah ringan untuk Oktober akan ditunda sekitar 10 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper