Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lonjakan Minyak Mentah Kirim Dolar AS ke Zona Merah

Dolar Amerika Serikat melemah, sedangkan mata uang safe haven menguat pada Senin, (16/9/2019) menyusul serangan terhadap fasilitas pengilangan Arab Saudi yang mengganggu pasokan minyak global dan meningkatkan ketegangan Timur Tengah.
Karyawan memegang mata uang dolar AS di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Kamis (8/11/2017)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Karyawan memegang mata uang dolar AS di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Kamis (8/11/2017)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar Amerika Serikat melemah, sedangkan mata uang safe haven menguat pada Senin, (16/9/2019) menyusul serangan terhadap fasilitas pengilangan Arab Saudi yang mengganggu pasokan minyak global dan meningkatkan ketegangan Timur Tengah.

Harga minyak melonjak lebih dari 15 persen setelah serangan terhadap pada dua pabrik minyak Arab  Saudi, termasuk fasilitas pemrosesan minyak bumi terbesar di dunia di Abqaiq, dan menurunkan lebih dari 5 persen pasokan minyak global.

Kelompok bersenjata Houthi mengklaim bertanggung jawab atas kerusakan itu, tetapi AS telah menunjuk langsung ke Iran.

Indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau melemah 0,165 poin atau 0,17 persen ke level 98,092 pada pukul 08.40 WIB.

Indeks dolar sebelumnya dibuka melemah 0,137 poin atau 0,14 persen ke level 98,120, setelah pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu ditutup melemah 0,052 poin atau 0,05 persen ke level 98,257.

Dolar Kanada menguat 0,5 persen dalam perdagangan pagi di Asia menjadi C$1,3224 per dolar AS, sedangkan Krone Norwegia naik hampir 0,6 persen menjadi 8,9363 per dolar.

Kedua mata uang ini sering bergerak bersama dengan harga minyak karena negara-negara tersebut adalah eksportir minyak utama.

Sementara itu, mata uang yen Jepang, yang dianggap sebagai mata uang safe haven, terpantau menguat 0,35 poin atau 0,32 persen ke level 107,74 yen per dolar AS pada pukul 08.50.

Serangan-serangan itu menghapus selera risiko yang sangat besar minggu lalu dan mendorong Presiden AS Donald Trump merespon bahwa Amerika Serikat telah bersiap memberian respons terhadap serangan tersebut.

"Jika itu bagian dari alasan penurunan minyak pekan lalu dan peningkatan sentimen risiko geopolitik adalah berita pemecatan John Bolton ... dan pemikiran ini adalah pendahulu untuk beberapa bentuk pemulihan hubungan antara Trump dan Iran, maka itu tidak lagi valid, "kata Ray Attrill, kepala analis valas di National Australia Bank, seperti dikutip Reuters.

Di luar minyak, pasar mata uang sedang menunggu hasil pertemuan bank sentral AS dan Jepang pekan ini serta data ekonomi penting di Australia dan Selandia Baru yang dapat menentukan prospek suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper