Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Bijih Nikel Dilarang, Ini Rekomendasi Sucor Sekuritas untuk ANTM & INCO

Adanya larangan tersebut akan membuat defisit pasokan bijih nikel hingga 100.000 ton pada 2020.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Keputusan pemerintah untuk mempercepat kebijakan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah dari 2022 menjadi awal 2020 memoles laju saham emiten produsen komoditas itu di pasar modal.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan secara resmi, Senin (2/9/2019), bahwa keran ekspor bijih nikel kadar rendah akan berhenti pada 31 Desember 2019. Langkah itu ditempuh untuk menjamin kebutuhan fasilitas pemurnian di dalam negeri.

Kebijakan pemerintah mempercepat larangan ekspor bijih nikel turut menyeret harga komoditas tersebut. Pasalnya, Indonesia disebut berkontribusi 28% terhadap total pasokan nikel di dunia.

Hasan, Analis Sucor Sekuritas, dalam risetnya menyebutkan bahwa dengan adanya larangan tersebut akan membuat defisit pasokan bijih nikel hingga 100.000 ton pada 2020.

Dari larangan yang dipercepat tersebut, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) akan mendapat keuntungan terbesar dari kenaikan harga bijih nikel karena perusahaan 100% menjual nikel olahan, nikel matte.

Sementara untuk PT Aneka Tambang  Tbk. (ANTM), kontribusi bijih nikel terhadap laba kotor perusahaan adalah sekitar 30%-40%.

Dengan demikian, dalam jangka pendek, perusahaan akan terkena dampak negatif dari kebijakan ini karena mulai tahun depan perusahaan akan kehilangan kontribusi bijih nikel.

"Meskipun demikian, kami meyakini perusahaan akan meningkatkan tingkat pemanfaatan smelter Nusa Halmahera tahun depan, tetapi predisksi itu tidak akan sepenuhnya mengimbangi kontribusi bijih nikel," sebutnya.

Sucor Sekuritas menyematkan status overweight untuk sektor tambang logam dengan proyeksi pertumbuhan peningkatan akan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pasokan.

Untuk INCO, diprediksi pada kuartal III/2019, dengan kembali beroperasinya pembangkit listrik tenaga air yang terhenti sejak April 2019 yang akan menurunkan konsumsi diesel sebesar 48% dibandingkan dengan kuartal II/2019.

“Kami memperkirakan perusahaan akan membukukan pertumbuhan kuartalan yang positif,” jelasnya.

Sucor Sekuritas merekomendasikan beli untuk INCO dengan target harga Rp4.270. Sementara itu, saham ANTM direkomendasikan hold dengan target harga Rp1.000. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper