Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Makin Bergantung pada Batu Bara, Indonesia dan Sejumlah Negara Asia Disindir PBB

Ada beberapa negara di kawasan Asia yang masih sangat mengandalkan batu bara dan bahan bakar fosil sebagai sumber energi, seperti India, Indonesia, Filipina dan Vietnam.
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Ketergantungan negara-negara Asia yang sangat besar terhadap tenaga listrik batu bara, dinilai menghambat kemajuan global untuk mencegah bencana perubahan iklim.

Ovais Sarmad, Wakil Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, mengatakan negara-negara berkembang seperti India, Indonesia, Filipina dan Vietnam semakin beralih ke batu bara murah untuk memenuhi permintaan listrik mereka yang tumbuh cepat.

Hal itu terjadi di saat negara-negara lain meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Meskipun bagian energi terbarukan dari total campuran bahan bakar untuk pembangkit listrik masih kecil.

“Negara-negara Asia mesti menyiapkan tujuan yang lebih ambisius untuk berkontribusi pada upaya global untuk mengekang perubahan iklim,” katanya dikutip dari Reuters, Kamis (5/9/2019).

Lebih lanjut Sarmad mengatakan, ada beberapa negara di kawasan Asia yang masih sangat mengandalkan batu bara dan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. “Di beberapa wilayah hal ini [penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil] sedang tumbuh," katanya.

Baginya, persoalan tersebut sangat serius, karena bertentangan dengan upaya di belahan dunia lain terkait penggunaan energi yang lebih bersih.

Komentar Sarmad itu muncul ketika para pejabat negara-negara Asia bertemu di ibu kota Thailand Bangkok minggu ini untuk membahas cara-cara untuk memacu upaya regional, dan global, memerangi perubahan iklim.

Seperti diketahui, Konferensi Perubahan Iklim PBB 2015 di Paris menelurkan Persetujuan Paris. Perjanjian tersebut membidik pengurangan emisi karbon dioksida efektif berlaku sejak 2020.

Adapun tujuan dari perjanjian ini, salah satunya, mengerem laju peningkatan temperatur global hingga di bawah 2 derajat celsius dari angka sebelum masa Revolusi Industri.

Para ilmuwan memperingatkan, pemanasan global lebih lanjut diperkirakan dapat mendorong sistem iklim lebih dekat ke titik kritis ireversibel, meningkatkan risiko kegagalan panen, migrasi paksa, kepunahan massal spesies, keruntuhan ekosistem, dan kerusakan sosial.

Beberapa kota besar di Asia, seperti Bangkok, Jakarta dan Manila, juga berisiko tenggelam, karena permukaan laut naik.

“Tindakan radikal, transformatif, dan sangat ambisius perlu terjadi di semua tingkatan. Kami hanya punya sedikit waktu,” kata Sarmad.

Konferensi Bangkok dihelat menjelang pertemuan puncak iklim di New York bulan ini, dan Konferensi Perubahan Iklim pada Desember di COP25 di Chili.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper