Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Tergelincir, IHSG Melemah Hari Kedua

Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut pada akhir perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (3/9/2019), saat nilai tukar rupiah tergelincir dari penguatannya terhadap dolar AS.
Rupiah dan IHSG kompak menguat dua hari beruntun Rabu dan Kamis 9 dan 10 Januari 2019
Rupiah dan IHSG kompak menguat dua hari beruntun Rabu dan Kamis 9 dan 10 Januari 2019

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut pada akhir perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (3/9/2019), saat nilai tukar rupiah tergelincir dari penguatannya terhadap dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup melemah 0,46 persen atau 28,96 poin di level 6.261,59 dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Senin (2/9), IHSG berakhir terkoreksi 0,60 persen atau 37,92 poin di level 6.290,55.

Sebelum melanjutkan pelemahannya, indeks sempat berbalik ke zona hijau dengan dibuka naik 0,04 persen atau 2,82 poin di level 6.293,36. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.248,80 – 6.310,63.

Enam dari sembilan sektor berakhir di zona merah, dipimpin infrastruktur (-1,29 persen) dan aneka industri (-1,07 persen). Tiga sektor lainnya ditutup di zona hijau, dipimpin properti dan barang konsumsi yang sama-sama naik 0,19 persen.

Dari 651 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 184 saham menguat, 239 saham melemah, dan 228 saham stagnan.

Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang masing-masing turun 3,83 persen dan 1,66 persen menjadi penekan utama pelemahan IHSG.

Sementara itu, nilai tukar rupiah tergelincir dan ditutup melemah 34 poin atau 0,24 persen di level Rp14.228 per dolar AS, setelah mampu membukukan apresiasi selama tiga hari perdagangan berturut-turut sebelumnya.

Pada saat yang sama, indeks dolar AS, yang melacak pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, terpantau menguat 0,312 poin atau 0,32 persen ke posisi 99,228.

Dilansir Bloomberg, rupiah melemah di tengah menyusutnya permintaan untuk aset-aset berisiko akibat prospek manufaktur global yang lesu.

Menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) China, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur turun menjadi 49,5 pada Agustus.

Secara keseluruhan, sentimen manufaktur di seantero Asia tetap lemah selama Agustus di tengah memanasnya perang perdagangan antara AS dan China.

Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) untuk Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan pun dilaporkan tetap berada di wilayah negatif pada Agustus.

Gambaran yang lemah juga tampak di Asia Tenggara. PMI Indonesia tergelincir lebih jauh ke dalam kontraksi dan level terendah sejak Juli 2017. Adapun PMI untuk Filipina, Thailand, dan Myanmar berekspansi lebih lambat.

PMI Indonesia pada Agustus 2019 anjlok ke level 49,0 setelah pada bulan sebelumnya turun ke posisi 49,6, bawah level 50,0 pertama kalinya tahun ini.

Di sisi lain, bertahan spekulasi bahwa Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan melakukan pelonggaran kebijakan lebih lanjut mengingat inflasi tetap terkendali.

Badan Pusat Statistik merilis angka inflasi Agustus 2019 sebesar 0,12 persen, dan Inflasi Tahun Kalender 2019 adalah 2,48 persen.

“Pelemahan terbaru dalam PMI dari China dan sebagian besar negara di Asia membebani mata uang regional,” ujar Terence Wu, seorang pakar strategi valas di OCBC Bank, Singapura.

“Di sisi domestik, IHK Agustus Indonesia lebih kuat dari yang diharapkan, tetapi mungkin tidak secara material menggeser bias pelonggaran Bank Indonesia,” tambahnya.

Bersama IHSG, indeks saham lain di Asia cenderung ikut berakhir di zona merah. Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,18 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,39 persen.

Meski demikian, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang mampu naik 0,02 persen dan 0,37 persen masing-masing. Di China, indeks saham Shanghai Composite dan CSI 300 ditutup naik 0,21 persen dan 0,14 persen.

Pada dasarnya pasar tetap rentan terhadap konflik perdagangan Amerika Serikat-China dengan sedikitnya progres menuju resolusi. Ada kesan ketidakpercayaan di kedua belah pihak.

Para pejabat pemerintah dari dua ekonomi terbesar di dunia tersebut dikabarkan mengalami kesulitan untuk menyetujui kapan harus mengadakan pertemuan yang telah direncanakan untuk bulan ini dan pada persyaratan dasar kembali menjalin hubungan.

"Kita memiliki begitu banyak masalah di seluruh dunia, mulai dari perang dagang AS-China dan Brexit. Tapi investor tampaknya mulai terbiasa dengannya,” ujar Hiroyuki Ueno, pakar strategi senior di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.

"Tidak ada yang benar-benar berpikir Washington dan Beijing akan menyelesaikan masalah. Namun, selama ekonomi AS terus berjalan, harga saham akan mengalami penurunan terbatas,” tambahnya, dikutip dari Reuters.

Keresahan pasar juga tak lepas dari ketegangan di Hong Kong. Dalam jumpa pers hari ini, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengecam perihal bocornya rekaman audio dalam pertemuan yang dihadirinya dan menegaskan tidak pernah meminta izin kepada pemerintah China untuk mengundurkan diri.

Saham-saham penekan IHSG:

 Kode

Penurunan (persen)

BMRI

-3,83

BBRI

-1,66

TLKM

-1,36

UNVR

-0,99

Saham-saham pendorong IHSG:

Kode

Kenaikan (persen)

BBCA

+0,92

HMSP

+1,90

MKPI

+18,25

GGRM

+1,73

Sumber: Bloomberg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper