Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Tambah Kuat, BI Diprediksi Pangkas Suku Bunga Lagi

Rupiah terus memperlihatkan keperkasaannya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan hari ketiga berturut-turut, Jumat (23/8/2019).
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin (15/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin (15/7/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah terus memperlihatkan keperkasaannya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan hari ketiga berturut-turut, Jumat (23/8/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 24 poin atau 0,17 persen di level Rp14.215 per dolar AS dari level penutupan sebelumnya. Pada perdagangan Kamis (22/8/2019), rupiah berakhir terapresiasi 5 poin atau 0,04 persen di posisi 14.239.

Sebelum melanjutkan penguatannya, mata uang Garuda sempat tergelincir dengan dibuka terdepresiasi tipis 1 poin atau 0,01 persen di level 14.240 pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.208 – Rp14.264 per dolar AS.

Menurut Ekonom ING Nicholas Mapa, nilai tukar rupiah kemungkinan menerima bias apresiasi dalam jangka pendek karena pasar fokus pada prospek pertumbuhan untuk Indonesia.

Pada Kamis (22/8), Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) membuat kejutan dengan memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin ke level 5,50 persen di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Keputusan penurunan suku bunga acuan itu di luar dugaan mayoritas ekonomi yang memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga acuan di tengah terjaganya laju inflasi.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan tersebut konsisten dengan rendahnya perkiraan inflasi di bawah titik tengah, tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik sehingga mendukung stabilitas eksternal, serta langkah preemptive untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari dampak perlambatan ekonomi global.

Dalam sebuah laporan, Fitch Solutions memperkirakan Bank Indonesia akan terus melakukan pelonggaran kebijakan moneternya dengan penurunan suku bunga lebih lanjut sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun ini, demi menstimulasi ekonomi yang tumbuh dengan laju lebih lambat pada paruh pertama.

“Sikap dovish The Fed dan inflasi yang terkelola dengan baik akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuannya tanpa menempatkan terlalu banyak tekanan pada stabilitas makroekonomi,” paparnya, seperti dikutip dari Bloomberg.

Fitch tidak melihat ancaman terhadap rupiah dalam waktu dekat karena mata uang ini tetap stabil setelah dua langkah pemangkasan berturut-turut pada bulan Juli dan Agustus.

“Meski begitu, rupiah akan rentan terhadap aksi jual yang dipicu oleh peristiwa yang dapat menyebabkan penghindaran aset berisiko global serta mengingat tingkat kepemilikan yang tinggi dalam obligasi pemerintah yakni sekitar 40 persen,” tambahnya.

Dolar Juga Menguat

Padahal, seiring dengan penguatan rupiah, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,253 poin atau 0,26 persen ke level 98,423 pada pukul 16.56 WIB dari level akhir perdagangan Kamis (22/8).

Pada perdagangan Kamis, indeks dolar berakhir terkoreksi 0,13 persen atau 0,125 poin di level 98,170. Indeks mulai beringsut ke zona hijau ketika dibuka naik tipis 0,018 poin atau 0,02 persen di posisi 98,188.

Dolar AS bergerak stabil di zona hijau di tengah ekspektasi bahwa Gubernur Federal Reserve AS Jerome Powell akan tetap berpegang pada sikap bahwa The Fed belum memasuki siklus pelonggaran moneter yang berkepanjangan.

Dilansir Reuters, Powell akan menyampaikan pidato yang sangat dinanti-nantikan dalam pertemuan tahunan bank sentral di Jackson Hole pada Jumat (23/8) waktu setempat.

Namun, keraguan pasar muncul setelah sejumlah pejabat The Fed mengatakan tidak melihat alasan untuk menurunkan suku bunga lagi tanpa tanda-tanda pelemahan ekonomi yang baru.

Pasar mata uang dalam beberapa bulan terakhir bergerak oleh sentimen pergeseran sikap bank sentral global menuju kebijakan moneter yang jauh lebih akomodatif karena ekonomi melambat dan perselisihan perdagangan semakin meningkat.

Harapan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan berikutnya pada bulan September masih sangat tinggi, tetapi pasar kemungkinan akan bereaksi jika Powell tidak menyampaikan pandangan yang terdengar dovish.

"Jauh menjelang pertemuan The Fed pasar telah memperkirakan pemotongan suku bunga yang agresif, tetapi Powell mungkin tidak se-dovish seperti yang diperhitungkan pasar,” terang Masafumi Yamamoto, analis valas di Mizuho Securities, seperti dikutip Reuters.

"Powell akan mempertahankan opsi penurunan suku bunga, tetapi tidak akan condong terlalu kuat ke arah itu. Hal ini akan mendukung dolar," lanjutnya.

Mata uang lain di Asia terpantau bergerak variatif terhadap dolar AS. Baht Thailand memimpin penguatan di Asia dengan terapresiasi 0,3 persen pada pukul 17.07 WIB. Sebaliknya, won Korea Selatan membukukan pelemahan terdalam sebesar 0,28 persen terhadap dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper