Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Akan Gelontorkan Stimulus, Bursa Asia Menguat

Sentimen pasar terangkat ketika Beijing mengatakan akan menggelontorkan rencana untuk meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income), meskipun tidak menyampaikan detail lebih lanjut.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (16/8/2019) setelah China mengisyaratkan lebih banyak dukungan untuk ekonomi di tengah meningkatnya ekspektasi stimulus agresif dari semua bank sentral utama.

Sentimen pasar terangkat ketika Beijing mengatakan akan menggelontorkan rencana untuk meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income), meskipun tidak menyampaikan detail lebih lanjut.

Indeks MSCI Asia Pacific di luar Jepang merespons dengan penguatan 0,4 persen, meskipun masih turun 1 persen sepanjang pekan ini. Sementara itu, indeks Nikkei Jepang memulihkan pelemahan dan berakhir menguat tipis 0,06 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite ditutup menguat 0,28 persen.

"Tarif tetap menjadi sumber risiko terbesar untuk pasar modal," ungkap tim analis J.P. Morgan dalam sebuah catatan, seperti dikutip Reuters.

"Tarif impor AS/China yang ada telah membebani laba perusahaan selama semester pertama 2019 dengan perusahaan pada indeks S&P 500 mencatat pertumbuhan pendapatan yang datar dibandingkan dengan tren sebelum penerapan tarif," kata analis JP Morgan.

Mereka juga menurunkan perkiraan laba per saham untuk tahun 2020 menjadi US$177 dari US$178 setelah memperhitungkan tarif terbaru yang kemungkinan akan dimulai pada 1 September.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis bahwa dia percaya China ingin membuat kesepakatan dan bahwa perselisihan akan cukup singkat, meskipun sudah berlangsung lebih dari setahun.

Dengan tidak adanya penyelesaian yang terlihat, investor telah melakukan lindung nilai terhadap perlambatan global dengan membeli obligasi. Imbal hasil surat utang bertenor 30 tahun mencapai titik terendah sepanjang masa di posisi 1,916 persen pada hari Kamis turun 27 basis poin untuk pekan ini, penurunan paling tajam sejak pertengahan 2012.

Analis telah memperingatkan bahwa pasar obligasi saat ini berbeda dari masa lalu dan mungkin tidak mengirimkan sinyal yang benar terhadap resesi.

"Pasar obligasi mungkin salah kali ini, tetapi kami tidak akan mengabaikan sinyal resesi terbaru atas dasar distorsi," kata Simon MacAdam, ekonom global di Capital Economics.

Sejumlah bank sentral telah bersiap untuk melakukan pelonggaran moneter guna menahan laju perlambatan skonomi. Federal Reserve diperkirakan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada pertemuan September, dan sejumlah ekonom memperkirakan suku bunga mereka mencapai hanya 1 persen pada akhir tahun depan.

Ekonom Bank Sentral Eropa Olli Rehn mengisyaratkan perlunya paket pelonggaran yang signifikan pada bulan September.

Pasar terpukul setelah penurunan suku bunga deposito minimal 10 basis poin dan dimulainya kembali pembelian obligasi, mengirim imbal hasil obligasi Jerman 10-tahun ke rekor terendah pada posisi minus 0,71 persen.

Sementara itu, Meksiko semalam menjadi negara terbaru yang mengejutkan dengan penurunan suku bunga untuk pertama kalinya dalam dalam lima tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper