Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Harga Minyak Berharap pada Saudi

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 13:14 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate melemah 0,49% atau 0,27 poin ke posisi US$54,66 per barel.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka tergelincir Selasa (13/8/2019), karena perkiraan melambatnya permintaan minyak global mengalahkan ekspektasi bahwa sejumlah produsen minyak akan mendongkrak harga dengan membatasi produksi.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 13:14 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate melemah 0,49% atau 0,27 poin ke posisi US$54,66 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent melemah 0,48% atau 0,28 poin ke posisi US$58,29 per barel.

Dilansir dari Reuters, Selasa (13/8/2019), Managing Partner di VM Markets Pte Ltd Stephen Innes mengatakan, kendati prospek tetap suram, harga minyak telah bertahan setelah tanggapan cepat dari Arab Saudi yang serius mempertahankan harga.

Arab Saudi, pemimpin de-facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi pada pekan lalu menyatakan, keinginannya untuk mempertahankan ekspor minyak mentah di bawah 7 juta barel per hari pada Agustus dan September. Hal ini untuk membantu mengosongkan persediaan global.

Sejumlah analis memperkirakan bahwa negara tersebut mendukung harga minyak jelang rencana mereka untuk membiarkan Saudi Aramco melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) terbesar di dunia.

Saudi Aramco dilaporkan siap untuk IPO, tetapi waktu untuk kesepakatan akan diputuskan oleh pemegang saham tunggal, yaitu pemerintah Saudi.

Pada saat yang sama anggota OPEC lainnya, Kuwait, telah menegaskan komitmen mereka untuk membatasi pasokan OPEC+, setelah Menteri Perminyakan Khaled al-Fadhel memastikan, negara di Timur Tengah tersebut siap memotong produksinya lebih dalam.

OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +, telah setuju untuk memotong 1,2 juta barel per hari (bph) sejak 1 Januari.

Akan tetapi booming-nya produksi minyak serpih Amerika Serikat terus menggerogoti upaya untuk membatasi pasokan global sehingga membebani harga.

Energy Information Administration memperkirakan, output minyak AS dari tujuh formasi shale utama diperkirakan akan naik sebesar 85.000 barel per hari (bph) pada September, ke rekor 8,77 juta barel per hari,

Prakiraan suram untuk ekonomi global dan pertumbuhan permintaan minyak juga menyeret harga minyak, karena perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat dan China meningkat.

"Reaksi cepat dari Arab Saudi kemungkinan akan menstabilkan harga minyak, tetapi harga minyak mungkin tidak akan bergerak jauh di atas US$60 per barel sampai ada bukti kemajuan dalam negosiasi perdagangan AS-China," kata Innes.

Bank sentral China menurunkan titik tengah resmi yuan untuk hari kesembilan berturut-turut ke level terendah baru 11-tahun pada Selasa untuk mencerminkan kelemahan luas di unit lokal.

Yuan yang lebih rendah meningkatkan biaya impor minyak berdenominasi dolar di China, importir minyak mentah terbesar dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper