Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yield SUN Berpeluang Melandai ke Bawah 7 Persen, Ini Alasannya

Penurunan yield SUN tenor 10 tahun pun didukung naiknya peringkat yang dikeluarkan S&P dari BBB- menjadi BBB. Dengan kondisi ekonomi makro Indonesia yang cukup stabil, dia menuturkan imbal hasil obligasi menjadi turun.
Memantau layar surat utang negara/Bisnis
Memantau layar surat utang negara/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun diproyeksi turun ke kisaran 6,5% hingga 7% pada akhir tahun dari proyeksi sebelumnya, yakni 7% hingga 7,5%.

Direktur & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen, Ezra Nazula mengatakan perubahan proyeksi tersebut mengacu pada ekspektasi imbal hasil US Tresury di level 2%.

Sementara itu, bank sentral di beberapa negara telah dan bersiap melakukan pemangkasan suku bunga sehingga berimbas pada penurunan imbal hasil obligasi.

Seperti diketahui, pada Juli Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga menjadi 5,75% sebelum The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga. Setelah The Fed menurunkan suku bunga acuan, investor masih berharap penurunan lanjutan suku bunga acuan baik oleh Bank Indonesia dan The Fed.

Penurunan yield SUN tenor 10 tahun pun didukung naiknya peringkat yang dikeluarkan S&P dari BBB- menjadi BBB. Dengan kondisi ekonomi makro Indonesia yang cukup stabil, dia menuturkan imbal hasil obligasi menjadi turun.

"Kami proyeksi yield SUN tenor 10 tahun untuk akhir 2019 di 6,5% sampai 7%. Berubah turun dari 7% sampai 7,5% di awal tahun dengan ekspektasi lebih positif terhadap pasar obligasi pada tahun ini," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (12/8/2019).

Kendati diproyeksi menawarkan imbal hasil yang lebih rendah, pasar obligasi dalam negeri tetap harus waspada terhadap sentimen eksternal.

Ezra menyebut perang dagang AS-China masih bakal membayangi penurunan suku bunga acuan sehingga manpu mengganggu kestabilan ekonomi di negara berkembang termasuk Indonesia.

"Faktor-faktor yang perlu diperhatikan tetap sentimen perang dagang China-AS, risiko geopolitik yang dapat mengakibatkan risk-off environment dan pelemahan nilai tukar negara emerging market seperti Indonesia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper