Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Devaluasi Yuan Belum Berdampak Parah Bagi Indonesia

Peneliti Bidang Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menyatakan devaluasi yuan belum berdampak pada rupiah.

Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Bidang Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menyatakan devaluasi yuan belum berdampak pada rupiah.

Dia menjelaskan kondisi devaluasi artinya nilai tukar suatu mata uang diturunkan, dengan tujuan mendorong ekspor.

"China melakukan ini karena tingginya kebergantungan ekonomi terhadap ekspor," terang Abdul kepada Bisnis.com, Minggu (11/8/2019).

Dia merincikan nilanya cenderung turun karena perang dagang dengan AS. Maka sengan devaluasi nilai ekspor China makin murah.

"Tentu, hal ini akan mengganggu ekspor dari negara lain, terutama untuk barang-barang sejenis," terangnya.

Faktor terhadap rupiah, kata Abdul Manap, bisa beragam. Saat ini, memang bersumber dari sisi eksternal (global).

"Tentu, saat yuan didevaluasi maka peluang untuk apresiasi rupiah cukup terbuka," jelasnya.

Namun, menurut Abdul, kondisi ini bersifat temporer, karena hubungan Indonesia dan China lebih terhubung dari sisi perdagangan, bukan dari sisi keuangan. Hal ini tentu akan berbeda jika dolar yang didevaluasi.

"Rupiah akan apresiasi dalam jangka yang relatif panjang, karena derasnya capital inflow ke instrumen keuangan dalam negeri," ungkapnya.

Terkait dampak kepada impor, menurut Abdul, tanpa devaluasi porsi impor Indonesia dari China hampir mencapai 30% dari nilai impor.

"Jadi, saat ini, tidak akan banyak pengaruh devaluasi ke impor Indonesia, karena pemerintah sedang berupaya menekan impor sebagai langkah untuk menjaga surplus neraca perdagangan," tegasnya.

Adapun surplus neraca perdagangan terus dipupuk untuk mengurangi CAD.

Sampai saat ini, dari 3 komponen CAD yakni neraca barang, jasa, dan pendapatan, hanya neraca barang yang mampu mencetak surplus.

"Jadi, pemerintah akan serius menjaga neraca perdagangan. Apalagi CAD mencapi 3,04% dari PDB pada triwulan II/2019," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper