Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ringkasan Perdagangan 6 Agustus: IHSG & Rupiah Turun Lagi, Emas Diburu

Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut bersama nilai tukar rupiah pada perdagangan hari keempat berturut-turut, meskipun tekanan yang dialaminya berkurang.
Karyawan berada di depan papan elektronik yang menampilkan harga saham di Jakarta, Senin (22/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan berada di depan papan elektronik yang menampilkan harga saham di Jakarta, Senin (22/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut bersama nilai tukar rupiah pada perdagangan hari keempat berturut-turut, meskipun tekanan yang dialaminya berkurang.

Aksi jual yang melanda pasar modal global mereda setelah pemerintah China mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan nilai tukar yuan. Namun pasar saham di kawasan Asia tetap melemah di tengah eskalasi tensi perdagangan Amerika Serikat-China.

Berikut adalah ringkasan perdagangan di pasar saham, mata uang, dan komoditas yang dirangkum Bisnis.com, Selasa (6/8/2019):

Sempat Dekati Dasar 6.000, IHSG Himpun Tenaga di Akhir Perdagangan

Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlanjut pada akhir perdagangan hari keempat berturut-turut. Meski tertekan, IHSG mampu mengikis sebagian koreksinya dan bertahan di atas level 6.100.

Sebelum berakhir di atas level 6.100, pergerakan indeks sempat anjlok lebih dari 2 persen mendekati dasar level 6.000. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak fluktuatif di kisaran 6.022,6 - 6.157,76.

“Valuasi ekuitas Indonesia mulai terlihat menarik setelah penurunan baru-baru ini pada IHSG,” ujar Jeffrosenberg Tan, kepala strategi investasi di Sinarmas Sekuritas, seperti dilansir dari Bloomberg.

Pasar Saham Asia Rentan Terpapar Risiko Tinggi Perang Dagang

Investor saham Asia kembali dihadapi dengan pelemahan pasar pascaaksi balas membalas antara Amerika Serikat dan China dalam perang dagang yang berkepanjangan.

Penurunan sempat tertahan pada setelah China menetapkan tingkat referensi yuan yang lebih kuat dari perkiraan analis.

Stephen Innes, Managing Partner di Vanguard Markets Pte., di Singapura, mengatakan taktik China berhasil membuat investor kelimpungan dan memicu aksi penghindaran risiko yang masif di seluruh pasar global.

BI Terus Intervensi Pasar, Rupiah Tetap Ditutup Melemah

Rupiah kembali ditutup terdepresiasi pada perdagangan meskipun Bank Indonesia (BI) telah melakukan intervensi secara terus-menerus melalui pasar DNDF.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar valas dan obligasi negara melalui pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards) sejak dibukanya lelang hingga penutupan pasar pada perdagangan hari ini. Hal tersebut didorong oleh kondisi global yang semakin membebani rupiah.

"Walaupun mendapat pengawalan ketat dari BI, rupiah tidak cukup kuat untuk lepas dari jeratan zona merah. Pasalnya, sentimen negatif dari luar begitu luar biasa," ujar Ibrahim seperi dikutip dari keterangan resminya

Pergerakan Harga Emas

Harga emas Comex untuk kontrak Desember 2019 terpantau turun tipis 0,10 poin atau 0,01 persen ke level US$1.476,40 per troy ounce pukul 19.20 WIB. Sepanjang perdagangan hari ini, harga emas bergerak fluktuatif di level 1.468 – 1486,80.

Sementara itu, indeks dolar AS yang melacak pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama menguat 0,11 persen atau 0,112 poin ke posisi 97,634.

Di dalam negeri, harga emas batangan Antam berdasarkan daftar harga emas untuk Butik LM Pulogadung Jakarta naik sebesar Rp15.000 menjadi Rp739.000 per gram. Adapun harga pembelian kembali atau buyback emas Antam naik Rp13.000 menjadi Rp666.000 per gram.

Ketegangan AS-China Dorong Investor Terus Buru Emas

Emas mencetak rekor tertinggi dalam 6 tahun terakhir pada perdagangan hari ini, didorong oleh kekhawatiran pasar akan terjadinya perang mata uang di tengah meningkatya ketegangan perdagangan AS dan China.

Analis Bank of Nova Scotia Nicky Shiels mengatakan bahwa penurunan yuan ke level terendahnya dalam 10 tahun terakhir semakin menghilangkan harapan bahwa kesepakatan perdagangan AS dan China dapat dicapai dalam waktu dekat.

Langkah China menurunkan mata uangnya tersebut dilakukan setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif impor sebesar 10% untuk produk China senilai US$300 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper