Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perusahaan Energi AS Pangkas Rig Pengeboran Minyak

Sejumlah firma energi Amerika Serikat dilaporkan telah mengurangi jumlah rig atau instalasi pengeboran minyak yang beroperasi selama empat minggu berturut-turut
Ilustrasi/Bloomberg-Tim Rue
Ilustrasi/Bloomberg-Tim Rue

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah firma energi Amerika Serikat dilaporkan telah mengurangi jumlah rig atau instalasi pengeboran minyak yang beroperasi selama empat minggu berturut-turut.

Hal itu membuat rig berkurang selama delapan bulan berturut-turut karena produsen menindaklanjuti rencana untuk memotong pengeluaran.

Seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (27/7/2019), General Electric Co Baker Hughes melaporkan, sejumlah pengebor telah memangkas tiga rig minyak dalam seminggu hingga 26 Juli.

Langkah tersebut membuat jumlah total rig turun menjadi 776, terendah sejak Februari 2018, dibandingkan dengan 861 rig yang beroperasi pada minggu yang sama pada tahun lalu.

Lebih dari setengah total rig minyak AS berada di Cekungan Perminyakan di Texas Barat dan New Mexico timur.

Untuk bulan ini, jumlah rig turun sebanyak 17 unit yang merupakan penurunan terbesar sejak Maret. Jumlah itu berkurang selama delapan bulan berturut-turut. Itulah penurunan beruntun terpanjang sejak Mei 2016 ketika jumlah rig aktif turun untuk rekor sembilan bulan berturut-turut, menurut data Baker Hughes mengacu ke 1987.

Hitungan rig, indikator awal output masa depan, telah menurun selama delapan bulan terakhir karena perusahaan eksplorasi dan produksi independen memangkas pengeluaran. Langkah itu ditempuh karena mereka lebih fokus pada pertumbuhan pendapatan daripada peningkatan produksi.

Meskipun demikian, menurut US Energy Information Administration (EIA) total produksi minyak mentah AS diperkirakan masih akan naik ke rekor 12,36 juta barel per hari (bph) pada 2019, melampaui level tertinggi selama ini sebesar 10,96 juta bph pada 2018,

Minyak mentah berjangka AS diperdagangkan sekitar US$56 per barel pada Jumat (26/7/2019), menempatkan kontrak pada jalurnya untuk naik sekitar 1 persen pada minggu ini. Itu terjadi karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kekhawatiran atas keselamatan transportasi minyak di Teluk Persia diimbangi dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS di tengah Perang dagang AS-China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper