Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Perkasa, Rupiah Kembali ke Level Rp14.000

Minimnya sentimen positif terhadap rupiah membuat investor kembali memburu dolar AS.
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha
Nasabah menghitung uang di sebuah Money Changer, di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Himawan L. Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Rupiah kembali diperdagangkan di level Rp14.000 per dolar AS pada perdagangan Rabu (24/7/2019), setelah bergerak di kisaran Rp13.000 sepanjang 7 perdagangan berturut-turut.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (24/7) hingga pukul 11.03 WIB, rupiah bergerak melemah 0,23 persen atau 32 poin menjadi Rp14.017 per dolar AS.

Mengutip riset PT Asia Trade Point Futures, rupiah kembali tertekan seiring dengan kembali diburunya dolar AS oleh investor menyusul adanya kesepakatan Presiden AS Donald Trump dengan Kongres AS mengenai batas pagu utang untuk 2 tahun ke depan. Hal tersebut telah membuat kemungkinan kembali terjadinya government shutdown mengecil pada tahun ini.

"Selain itu, dukungan bagi dolar AS datang dari potensi pemangkasan suku bunga European Central Bank (ECB) pada pertemuan Kamis (25/7) dan September 2019," tulis riset tersebut, Rabu (24/7).

Minimnya sentimen positif dalam negeri juga membuat rupiah kurang menarik untuk dikoleksi sehingga ditinggalkan oleh investor. Asia Trade Point Futures memproyeksi rupiah akan diperdagangkan di kisaran Rp13.980 per dolar AS hingga Rp14.040 per dolar AS, hari ini.

Di sisi lain, mata uang Garuda tidak menjadi satu-satunya mata uang pasar berkembang Asia yang loyo di hadapan dolar AS. Sebagian besar mata uang pasar berkembang Asia bergerak melemah meskupun ada optimisme AS-China akan membuat kemajuan dalam menyelesaikan sengketa perdagangan.

Perwakilan Dagang AS Robert Lightizer dan pejabat senior AS lainnya akan berangkat ke China pada pekan depan untuk melakukan negosiasi perdagangan tingkat tinggi pertama sejak Mei 2019. Sayangnya, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk dan diikuti oleh peso Filipina dan rupee India yang masing-masing bergerak melemah 0,22 persen dan 0,076 persen.

Ekonom ING Bank NV Singapura Prakash Sakpal mengatakan tampaknya pasar melihat penguatan dolar AS turut disebabkan oleh pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang kembali dilakukan oleh IMF. Namun, IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan bagi ekonomi AS.

"Kendati demikian, masih terlalu dini untuk melihat faktor-faktor ini mendukung pertumbuhan AS dan melemahkan argumen agar Federal Reserve tidak dovish. Harga minyak yang lebih kuat juga membebani mata uang regional," paparnya seperti dilansir dari Bloomberg.

Sebagai informasi, IMF kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,2 persen tahun ini, turun 0,1 persen dari proyeksinya pada April 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper