Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Masukan Wapres JK untuk Selamatkan Krakatau Steel

Persoalan yang dihadapi emiten berkode saham KRAS merupakan permasalahan yang sudah puluhan tahun
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penyelesaian permasalahan yang melilit PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) hanya dapat dilakukan melalui pembenahan manajeman dan teknologi.

"Ya memang Krakatau Stell itu mengalami kesulitan keuangan yang berat dengan utang yang begitu besar hampir Rp30 triliun," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Menurutnya, persoalan yang dihadapi emiten berkode saham KRAS merupakan permasalahan yang sudah puluhan tahun. Untuk itu dibutuhkan penyelesaian menyeluruh agar pabrik baja terintegrasi di Cilegon itu dapat bersaing.

"Masalah pokoknya ialah Krakatau Steel itu menggunakan teknologi lama, kemudian dapat saingan baja dari China yang lebih murah. Sehingga impor makin banyak dan [KRAS] sehingga tidak bisa bersaing," katanya.

Jusuf Kalla menyebutkan saat ini persoalan terbesar ada pada Krakatau Steel. Sebagai perbandingan, ia menyebutkan perusahaan baja patungan yang bekerjasama dengan KRAS yakni Nippon Steel dan Posco tetap berjalan dan dapat bersaing di pasar.

Meski begitu pemerintah, kata dia, tidak bisa membayar hutang perusahaan begitu saja. JK hanya menegaskan pemerintah sebagai pemegang saham akan membantu perusahaan agar segera terlepas dari lilitan masalah.

Dalam kesempatan terpisah, Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Roy Edison Maningkas mengajukan pengunduran diri dari jajaran Dewan Komisaris perseroan.

“Saya [pada] 11 Juli 2019, mengajukan pengunduran diri, langsung bawa ke Deputi dan Menteri [BUMN],” ujarnya di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Dia menyebutkan pengunduran diri ini dikarenakan tidak sepakat dengan keputusan direksi mengaktifkan pabrik blast furnace.

Menurutnya, negara akan dirugikan dengan proyek blast furnace.

Dia menjelaskan bahwa proyek blast furnace sudah terlambat 72 bulan. Harga pokok produksi yang dihasilkan lebih mahal US$82 per ton jika dibandingkan dengan harga pasar.

“Jika produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian Krakatau Steel Rp1,3 triliun per tahun,” sebut Roy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper