Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang Asia Berpotensi Lanjutkan Penguatan

Mata uang pasar berkembang di Asia diprediksi masih akan melanjutkan penguatannya pada pekan ini.
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang pasar berkembang di Asia diprediksi masih akan melanjutkan penguatannya pada pekan ini. Trader telah meningkatkan harapan bahwa The Fed dapat menurunkan suku bunga sebanyak 50 basis poin seiring dengan komentar dovish beberapa pejabat The Fed pada pekan lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang perdagangan pekan lalu, mayoritas mata uang pasar berkembang di Asia berhasil berada di zona hijau dengan penguatan dipimpin oleh rupiah.

Mata uang Garuda berhasil menguat 0,5% dan diikuti oleh baht dan won yang masing-masing menguat 0,46% dan 0,38%. Di antara seluruh kelompok mata uang pasar berkembang di Asia, hanya yuan offshore dan dolar Singapura yang bergerak di zona merah, ketika dolar AS cenderung bergerak melemah.

Pada konferensi bank sentral AS pekan lalu, Gubernur Bank Sentral AS New York John Williams mengatakan bahwa para pembuat kebijakan perlu menambahkan stimulus lebih awal untuk mengahadapi inflasi yang lebih rendah ketika ekonomi secara keseluruhan melambat.

Dia mengatakan, The Fed lebih baik mengambil tindakan pencegahan daripada menunggu kejadian yang menambahkan kepercayaan diri pasar soal akan adanya pemangkasan suku bunga pada akhir bulan ini.

Komentar tersebut juga menambahkan harapan pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir bulan ini dan juga memicu ekspektasi lainnya, yaitu pemangkasan hingga 50 basis poin.

The Fed dijadwalkan mengumumkan kebijakan moneter pada 31 Juli 2019, dengan spekulasi pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin naik menjadi 48,3% dari sebelumnya sebesar 34,3%, berdasarkan FedWatch CME Group.

Sementara itu, beberapa bank sentral di negara berkembang Asia akhirnya bergabung dengan bank sentral dunia lainnya yang telah melonggarkan kebijakan moneternya karena ekonomi dunia yang melambat.

Bank Sentral Indonesia dan Korea Selatan pada pekan lalu mengumumkan pelonggaran kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin.

Korea Selatan memiliki kekhawatiran tentang stabilitas keuangan karena tingginya tingkat utang rumah tangga, sedangkan Indonesia membutuhkan hasil yang lebih tinggi untuk menarik investor asing untuk mendanai defisit neraca berjalan

Kepala Ekonom Asia Bloomberg Chang Su mengatakan bahwa Bank Korea dan Bank Indonesia adalah salah satu bank sentral besar terakhir di Asia yang bergabung dengan klub bank sentral yang melonggarkan kebijakannya.

"Pemotongan mereka menunjukkan bahwa fokus kebijakan telah beralih ke mendukung pertumbuhan, mengesampingkan kekhawatiran sebelumnya atas risiko stabilitas keuangan dan tekanan mata uang," ujar Chang Su seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (21/7/2019).

Dia juga mengatakan, pemotongan suku bunga yang diperkirakan secara luas oleh Federal Reserve juga membuat pelonggaran moneter lebih mudah dilakukan untuk bank-bank sentral Asia.

Di sisi lain, pada perdagangan Jumat (19/7/2019) rupiah ditutup di level Rp13.938 per dolar AS, menguat 0,158% atau 23 poin. Pada pertengahan perdagangan, rupiah sempat menguat ke level Rp13.885 per dolar AS.

Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa saat ini level Rp13.900 per dolar AS menjadi level support penting bagi rupiah.

"Tembus ke bawah level ini membuka potensi penguatan rupiah ke area Rp13.850 per dolar AS," ujar Ariston kepada Bisnis.

Pada pekan ini, Ariston mengatakan sentimen pergerakan rupiah masih disebabkan proyeksi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Selain itu terkait Brexit, di mana Perdana Menteri Inggris, pengganti Theresa May, akan diputuskan pada 24 Juli mendatang.

Data GDP AS kuartal kedua tahun ini juga akan menjadi sorotan pasar untuk mengetahui kondisi kesehatan ekonomi AS secara komprehensif. Hasil yang positif, lanjut Ariston, bisa mematahkan ekspektasi The Fed akan memangkas suku bunga lebih dalam.

Ariston mengingatkan, pasar juga perlu mewaspadai soal keluhan Trump mengenai kelanjutan negosiasi dagang dengan Tiongkok yang belum ada kemajuan.

Sementara itu, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa kemungkinan masih akan menguat terbatas pada perdagangan Senin (22/7/2019) di kisaran level Rp13.875 per dolar AS hingga Rp13.950 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper